Notes


CUAP-CUAP.....Antara Terbentuknya Pemahaman dan Terkaan Tentang Bapakku 


           21 tahun sudah usiaku, tidak pernah terbayangkan pada usia ini, aku masih terjaga dalam lingkaran ukhuwah bersama teman-teman yang biasa kusebut halaqah jannati. Terlihat dari MTS,aku memang sudah punya minat besar pada organisasi yang aman-aman saja yaitu Rohis. Tetapi, baru 2x aku ikut organisasi ini di MTS, bapakku sudah melarangku karena sebuah program jalan-jalan yang seharusnya ke planetarium tapi akhirnya malah ke taman bunga, bapak bilang programnya tidak jelas, akhirnya aku tidak ikut rohis lagi, padahal sudah mulai aku merasa nyaman dengan kakak rohis, kenapa ya?padahal bapaku seorang Pembina rohis di sekolahnya, kenapa aku tidak dibela, apa karena rohisnya itu benar-benar sempurna?Hmm. Minat dakwahku kala itu, masih biasa saja karena memang pemahamanku belum terbentuk, dan aku belum tahu urgensinya kenapa harus rohis, makannya larangan bapaku aku turuti, sampai akhirnya tidak ikut rohis lagi, ah..andai saja aku sudah faham dari MTS, pasti aku sudah bergabung dengan rohis dari dulu, dan aku akan buktikan ke bapak, kalau rohis itu punya visi besar, tidak seperti yang bapak pikir, mungkin dulu hidayah belum sampai padaku, jadi aku tidak memperjuangkan apa-apa.
            3 tahun berlalu, akhirnya aku lulus MTS. Aku merasa belum menemukan jati diriku disana, sama sekali tidak, hanya sifat pesimis dan iri hati yang aku dapat dari lingkungan disana, karena aku belum punya lingkungan di sekolah yang membakar semangatku, aku butuh itu. Di MTS, aku adalah siswi yang sangat gaptek, benar-benar aku tidak mengerti teknologi, nilai 4 dirapotpun seringkali aku dapat untuk mata pelajaran ini, nilai lainnya yang exact pun tidak jauh dari angka 4,5 dan 6 beruntung terbantu dengan nilai agama seperti SKI, Fiqih aqidah dan Bahasa Arab, dan Alqur’an Hadits yang tidak jauh jauh dari angka 8 dan 9, ya itu wajar saja karena basic ku dari madrasah ibtidaiyah, kalau tidak bisa malah bias memalukan bapaku yang juga jago tentang pengetahuan agama, sampai-sampai waktu kelas 3, temanku yang jago matematika berkata, “loe  kan masuk sepuluh besar, masa matematika ja gak ngerti sih”, dulu aku memang cengeng, dan madzmumahnya kuat banget, sehingga kacau emosionalku kalau ada yang bicara seperti itu, ditambah lagi respon guru MTSku ketika aku dapat nilai besar pada matapelajaran Kesenian yang hampir mendekati 10,padahal aku itu lagi rajin dan mau membaca, mereka malah berkata:”kok nilai kamu bias segini, yang pintar aja gak segini”, sehabis itu aku benar-benar jadi pribadi yang malas, dan yang tadinya tidak mau mencontek, sedikit-sedikit mulai mencontek. Ah, memang ilmu keagamaan yang kudapat, hanya sebatas pengetahuan, sama sekali tidak mengubah pola pikir, minimal sifat pesimis yang kupunya apalagi perilaku, walau sampai sekarangpun perilaku ku masih berantakan, tapi setidaknya ada sedikit cahaya dihatiku yang membuat aku berpikir kedepan, walau mungkin tidak sedahsyat yang lain, dan ketika aku keras, dengan cahaya itu aku dapat melembut, walaupun kelembutan ini masih keras juga menurut orang lain, Alhamdulillah perubahan yang sedikit ini aku mersa sangat berarti.  Saat menjelang masuk jenjang yang lebih tinggi yaitu SMA, Aku sudah tidak punya minat di Sekolah Umum, karena aku sadar kemampuanku, begitulah sifat pesimis yang slalu mengungkung sehinnga tidak berusaha keras., aku khawatir tidak ada nilai agama yang bias membantuku lagi untuk naik kelas, karena pelajaran agamanya hanya satu, tidak seperti di MTS tempat aku dulu. Sebenarnya aku sangat penakut, untuk urusan pinjam buku aja, kadang aku harus minta tolong mama,bapak,atau kaka, juga aku sangat pemalas, jika mengerjakan PR, kakaku menerangkan ya aku tidur, berharap setelah bangun PRku sudah selesai,..hehe, jadi terang saja adik2u sekarang ikut2an malesnya. Nah, apalagi untuk urusan masuk SMA, malas sebenarnya aku, tapi aku punya tekad besar mau membuktikan bahwa aku bisa, dan akhirnya aku masuk Madrasah Aliyah Negeri di Jakarta dengan nilai ujian tes yang memuaskan, mencapai urutan ke 3 dari  hampir ratusan orang, lumayan menurutku, tapi aku jadi berpikir buruk”jangan-jangan yang masuk sini bodoh-bodoh semua, makanya nilaiku jadi bagus”, benar-benar dulu itu g ada yang meminimalisir sifat su’udzhanku terhadap orang lain.
            Saat di MAN, aku merasa jadi jiwa yang baru, karena mulai tertarik sama penampilan aneh orang2 yang terlihat shaleh, cirri-cirinya berkacamata, bercelana ngatung dan sangat pendiam, aku menemukan 2 jenis manusia seperti itu di MAN yang satu teman sebaya, dan yang satu kaka kelas, penampilan aneh yang perempuan sebenarnya ada juga, tapi aku lebih tertarik saat it ke yang laki-laki, mungkin pengaruh lingkungan juga, karena dirumahpun aku lebih sering bermain dengan pria daripada wanita, pokoknya setelah itu aku merasa didekatkan sama yang baik2, dan jadi ingin cari tahu kenapa mereka rajin Shalat dhuha, kenapa cara mengajinya berbeda,shalatnya pun ada hal yang berbeda, cara berpikirnyapun meluas dan sangat cerdas, dan kuyakin perbedaan itu karena ilmu, nah kalau di MTS waktu itu ada pemahaman yang salah tentang fanatisme, orang2 yang seperti itu disebit fanatic, dan itu yang salah satunya membuat anak MTS meragu masuk organisasi Islam, pada awal MOS pun aku sangat membenci seorang kaka osis yaitu, wanita berjilbab panjang yang kelihatannya sangat keras mendebat soal seksualias, dibanding kaka lainnya yang masih tertawa saat berdebat. Karena aku tidak mengerti apa-apa, jadi aku langsung menyatakan bahwa kaka tersebut fanatic, dan aku langsung membuat surat untuk kaka osis yang tidak aku suka itu, bahwa aku sangat membencinya, dan tidak suka caranya, eh tapi sekarang aku malah menjadi sangat bersaudara, dan tidak bisa lepas dalam ladang dakwah yang sama..hehe..malu dah. Saat di MAN, aku mulai berazzam untuk ikut organisasi,oops waktu itu aku belum mengerti apa itu azzam..hehe..aku mulai ikut acaranya, yang untuk seusiaku sebenarnya membosankan, tapi aku mencoba menikmatinya, hingga tibalah Latihan Dasar Kepemimpinan Rohis,dan aku sangat bersemangat untuk ikut, aku melihat teman2 lain sudah punya kelompok ngaji gitu, kok aku gak punya, karena aku ada di MAN Cabang, dan mereka di MAN pusat, akhirnya aku yang mencari guru sendiri atas rekomendasi dari ikhwan sebayaku yang berkacamata itu, kata ikhwan itu aku harus cari Murobbi biar bisa Liqo’, padahal aku g ngerti apa itu liqo apa itu murobbi, tapi karena aku penasaran aku langsung sms kaka tersebut dan berkata “kak, maukah kaka jadi Murobbi saya, saya mau punya Murobbi” akhirnya mulai dari situ, saya mencari teman dan akhirnya punya kelompok sendiri, padahal niat awalnya Cuma takut tersaingi, karena teman2 dicabang sudah punya bahasa baru seperti afwan, azzam, futur, istiqomah dsb, dan aku iri deh..hehe.. Akhirnya terus berlangsung sampai akuu tersisa sendirian, di akhir kelas 3. Saat aku punya Murobbi, keluargaku mulai menyoroti perubahan fisik ku, dari mulai jilbab, sampai kaos kaki, aku mulai mendapatkan jati diri dan semangat untuk hidup dan terus belajar, bahkan aku sudah tidak gaptek lagi, karena Murobbiku pada awal bertemu bilang bahwa zaman sekarang harus gaul, dan fleksibel, selain itu banyak kata-kata asing yang mendunia yang beliau keluarkan yang membuat saya sangat tertarik, beliau bilang teknologi itu penting karena itu bisa jadi alat untuk berdakwah dan gaul dengan akhlak mulia juga penting., nah pengetahuan ini gak saya dapat di MAN, yang saya dapat hanya kajian quran atau hadits yang bahasa gak selevel sama anak remaja, dan semenjak awal ngaji itu pikiranku mulai terbuka bahwa Islam tidak sempit, tapi bisa mnuntunku menuju gerbang kesuksesan.
            Aku mulai bersemangat hidup, keluargaku mulai banyak bicara juga, karena bapak yang Pembina rohis selalu membandingkan dengan rohisny yang aktif, juga alumninya kontributif, selain itu sekolah mendukung, tapi semenjak aku semangat aku punya sifat buruk yaitu menyingkirkan hal yang membuat aku pesimis, sehinnga kalau dikritik sedikit, aku gak terima atau aku g mau mendengarkan, karena di organisasi ini aku mulai belajar bersosialisasi, mengungkapkan pendapat, dan memaksimalkan otak, sehingga sekarang bagiku ke perpustakaan itu adalah refreshing, dan sikap itu masih bisa diminimalisir karena apa yang disampaikan di ngaji itu juga tentang tazkiyantun nafs, selain itu kalau lagi menthoringng atau ngaji atau liqo, kita mendiskusikan orang-orang hebat, ulama hebat yang dukses dakwahnya juga sukses kehidupannya, anadai saja kurikulum MAN itu isinya sama seperti kurikulum yang disampaikan Murobbiku, pasti sudah mencetak siswa/I yang siap bermanfaat untuk umat, gak kaya sekarang menthoring aja dihapus, padahal kalau mau membangun masyarakat, bina dulu bangsanya. Berhubung judulnya, ada hubungannya sama bapak, lanjut ke bapakku aja deh. Saat MAN, aku mulai menerka-nerka, bapak itu siapa sih, dulu mudanya kayak aktivis gitu, berjanggut, rapi, dan sampai sekarang pemahaman dakwahnyapun tinggi, tapi sudah disibukkan dengan kegiatan mencari uang untuk anak-anaknya. Saat aku, mencari taujih untuk  ngaji kala itu, aku mulai buka-buka gudang, pokoknya kebiasaan membaca itu, ada saat aku mulai mengaji, mentoring ataupun liqo, padahal dulu, boro-boro aku mau baca, pegang bukunya aja malas, mungkin itu karena guru ngajiku mengontrol bacaan-bacaanku, enakkan?makannya ngaji. Akhirnya kutemukan majalah-majalah yang kini kusebut majalah dakwah dan harakah yaitu sabili dan dakwatuna. Eit, lah kok keren sih bapak “ujarku”, akhirnya ku telusuri ternyata betul “dulu bapakku pada saat kuliah adalah seorang aktivis organisasi keislaman, bahkan menjadi ketuanya, tapi kenapa iklim di rumah itu, gak menunjukkan bapak seorang aktivis, walau bapakku mengaku tidak terkait harkah manapun, tapi sampai sekarang aku msih menerka-nerka, ternyata pasca kejadian Tanjung Priuk, bapaku sudah tidak ikut apa2 lagi, sibuk mengurusi diri dan keluarga, ya Allah moga Icha nanti bisa sampai akhir hayat mengabdi, brsama suami dan anak-anak ^_^. Semenjak aku tahu tentang bapakku, buku-buku bapak pun banyak aku jadikan sebagai maraji’. Sekarang, aktivitas dakwah sudah jadi hal yang biasa, bahkan terkadang sharing dengan bapak terkait rohis di sekolah. 2 tahun yang lalu bapak masih sangat semangat membicarakan alumninya yang cerdas-cerdas, dan berjuang keras untuk rohis, bapak membandingkan denganku yang t erlihat sudah berjuang keras, tapi tidak menghasilkan apa-apa karena masalahnya hanya ada di birokrasi, kata bapak”semua tergantung sekolahnya, kalau bapak sangat loyal sama alumni, lah kamu system sekolahmu gak baik, mendingan gak usah aktif lagi di forum alumni, kasian capek sendiri, tapi kali ini karena aku sudah faham dakwah, justru aku semakin aktif dan penasaran dengan dakwah sekolah, kenapa berbeda iklimnya apalagi di madrasah. Bahkan, pada saat aku ikut lokakarya dakwah sekolah, sekolah tempat bapak menjadi Pembina menjadi contoh alur perekrutan yang bagus, dan bapak pun setelah aku ceritakan jadi semakin bahagia punya alumni yang terus berjuang. Ah, andai saja, bapakku Pembina di sekolahku..hehe…Tetapi, beberapa bulan yang lalu, bapak mulai banyak mengeluh karena pergerakan alumni di SMP nya yang melemah, semua sudah pada nikah,”ujar bapak. Akupun sudah mencoba menjelaskan bahwa “alumni bapak, aktif di lembaga dakwah juga, sebenarnya aku juga tahu dan kenal siapa saja alumninya sekolah bapak, aku sudah menjelaskan jadi tidak aktif bukan tanpa alas an, tapi tetap bapak tidak mau terima, karena seharusnya alumni banyak. Untung masih ada si “W”(inisial), yang walaupun sendiri pergerakannya bagus “ujarnya”. Tapi, tadi malam, bapak seperti menyimpan kekecewaan besar, sambil menaruh sebuah undangan di atas meja ruang tamu bapak berkata “Si W Nikah, entar alumni gak ada lagi yang bantuin rohis, lalu aku menyahut “lah, emangnya kalau  menikah, udah pada gak balik lagi?”. “Buktinya, udah gak pada datang lagi, padahal dulu katanya ikhlas berdakwah”. Aku menyimpulkan sepertinya bapakku merasa sendirian. Kata bapak”sekara tingggal si “M”, yang juga sebenarnya itu temanku dikampus.hehe, bapak bilang”yang satu itupun gak berkualitas”, lalu aku jelaskan, “dia itu aktif di SMAnya pak, alumninya sedikit”jawabku”, di SMAnya sudah banyak alumninya”, tapi kenyataan ngga”jawabku.Dan akhirnya, prmbicaraan tadi malam terhenti sampai disitu. Dan aku menyimpulkan “ternyata sekarang yang aktif di sekolah sedikit, padahal siswa/I di sekolah setingkat SMP dan SMA itu sangat membutuhkan pembinaan, karena mereka ada dalam masa transisi, dan rasa ingi tahu yang besar. Dua tujuan sama yang pengaruhnya berbeda. Di tempat aku berdakwah, alumninya banyak tapi susah sekali birokrasinya dengan sekolah, di tempat bapak,”sekolahnya sudah menerima dengan baik, tapi alumninya yang sedikit, bahkan terkesan tidak ada. Hmm..Jadi, yang peka yang bergerak. Ayo bangkit!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Game Level 2 Melatih Kemandirian Day 1

SEKELUMIT KISAH MAHASISWI JURUSAN TERTINGGAL “PGTK UNJ”