Cerpen: Dari Titik Terlemah
Bak
hujan lebat membanjiri hatinya yang rapuh, memporak porandakan bangunan dalam
hati yang selama ini ia bangun dengan tertatih, saat itu rasanya lagu dangdut
dalam angkot bang obey menjadi angin puting beliung yang menghancurkan segala
yang dimiliki, segala yang terjaga baik dalam hati.
Dengan kesedihan
yang mendalam, Tuti sesenggukan. Angkot bang Obey yang tengah parkir di depan
rumah Tuti, seolah menjadi tempat yang paling nyaman untuk menumpahkan segala
rasa. Semakin sesenggukan saat syair
lagu Dangdut menuju kata-kata “kau yang nyalakan dan engkau yang padamkan”
“Lah, lu ngapa neng?”
Bang Obey mengagetkan
“udah
tau lagi nangis ditanya-tanya” jawab tuti dengan judes’
“lagian lu, tumben-tumbenan nangis
gue puterin lagu dangdut..gua tau lu lagi patah hati lu ya”
tanya bang Obey penasaran
“au ah”
Tuti menjawab tak peduli
“lu neng ya, kagak sayang apa, hati
di patah-patah, gua nih biar dikata mantan preman, tapi kalo bos gua bilang,
jaga hati, gua bakal jaga hati. Atau kalo bos gua bilang jangan mendekati zina,
ya gua gak bakal deket-deket zina” bang Obey berusaha
menenangkan
“bos? Maksud abang abah?”
tanya Tuti
“bos dari segala bos, Allah bos gue,
biarpun gue kerja sama abah lu, abah lu mah Cuma gua anggep guru”
“Lah, pan abah lu yang ngajarin gue
begini, kagak mau dia dipanggil bos,..et dah masa anaknya kayak oncom,mudah
dibejek” Ledek bang Obey
“Maksud abang ape mudah dibejek?” Tuti
balik bertanya
“Ya itu hati lu, nangis buat yang
kagak penting, denger dangdut begini, malah tambah kejer, itu yang bikin syair
cinta itu haram”jawab bang Obey
“ah bang obey tuh kaya bang haji
roma irama” tuti membalas ledekan
“yaudah
deh bang, Tuti mau sipa-siapin TPA dulu”
“nah gitu dunk...udah lu sibukin
diri aja” jawab bang Obey menenangkan
Tuti
merenung, memikirkan semua nasihat bang Obey siang tadi.
Iya betul, aku memang oncom..bahkan
saat ini hatiku menkonsumsi ampas dari segala ampas... benar-benar dikuasai
cinta rendahan
“Aaargh....................kenapa
begini terus? Kurang sibuk apalagi aku? Cinta terus, cinta lagi, cinta terus,
cinta lagi.. diujinya begini-gini aja” ujar Tuti menangis
meraung-raung
“kriiiiing...kriiiiing...kriiiing” telepon berdering memecah kesedihan
“Halo, Tuti nya ada? Saya Ida”
“Iya kak, ini aku”jawab
Tuti
Tuti, kaka sudah dengar semuanya,
hentikan semua komunikasi kamu dengan Ilham
“Sudah telat kak” Tuti
menjawab dengan kesal
“Maksudnya gimana? Kamu g merasa
bahwa kamu lagi jauh dari Allah, makanya cinta-cinta lain mudah masuk” Tegas
si penelepon
Saat
itu Tuti tidak mau mendengar dari siapapun, dia langsung menutup telepon begitu
saja, dan tiba-tiba ada pesan singkat melalui handphonenya:
“Dari Abdullah bin Amr,Rasulullah
bersabda:”Setiap perbuatan memiliki saat-saat semangat dilakukan, dan setiap
saat-saat melakukannya memiliki masa kelesuan dan kelemahan. Barangsiapa yang
masa kelesuan dan kelemahannya dia arahkan kpada sunnahku maka dia beruntung.
Dan barangsiapa yang mengarahkannya kepada selain itu maka dia binasa”
Tuti
membaca pesan singkat itu, tapi diabaikan. Rasanya, ini tidak melembutkan
kembali hati Tuti. Sebenarnya Tuti sadar, bahwa ini kedua kalinya Tuti termakan
rayuan gombal lelaki, setelah 4 tahun lamanya ia menjomblo karena dia ingin
lebih menjaga dirinya. Tapi kali ini ia tak sanggup menahan kegembiraan karena
ada yang mengajaknya serius mengingat usianya yang sudah kepala dua.
“Tuti, gimana yang tempo hari
ngirim surat sama kamu? Engga pacaran kan kamu?” Tanya
abah penasaran
“Abah maafin Tuti.. Tuti gak ngerti
ini pacaran apa bukan, tapi yang jelas hati Tuti hancur, hati Tuti sakit...
Tuti rasa selama ini udah bikin Allah cemburu. Udah lah Tuti gak mau lagi
main-main hati. Kalo Tuti boleh milih, lebih baik Tuti di rumah aja, biar gak
jadi fitnah buat lelaki. Tuti gak mau ngurusin TPA lagi ya bah” jawab
Tuti sambil merasa bersalah
“Abah gak nyangka kamu sudah seusia
ini masih belum mengerti menghadapi ujian.. Sudahlah semua terserah kamu saja,
ada dan tidaknya kamu, gak akan jadi masalah.. ngaji akan terus berjalan, masih
banyak pemuda-pemuda lain. Kamu egois, kalau menganggap aktivitas yang baik ini
penyebabnya. Kamu koreksi diri kamu sendiri sebelum menyalahkan aktivitas yang
mulia, kamu koreksi niat kamu sendiri” abah menegaskan denga
kecewa
Bagai
disambar petir, Tuti tersadar bahwa kata-katanya tadi menyakiti perasaan
abahnya. Mungkin, kalau ibunya masih di dunia, juga akan mengeluarkan kata-kata
yang sama. Tak ada pilihan, kegersangan hati yang ia rasakan semakin membuatnya
tenggelam dalam kata-kata abahnya barusan, tapi tak dapat bertindak apa-apa. Ia
hanya mengurung diri di kamarnya. Ini semua berawal dari seorang pria yang
sedang dekat dengan Tuti
Ilham
namanya, seorang pemuda keturunan Jogja Solo, yang perangainya lembut, budinya
baik, juga pekerja keras. Begitulah Ilham dikenal oleh teman-temannya. Tuti
cepat sekali terjerembab dalam cinta seringkali karena kelembutan seorang
lelaki. Ini bermula 6 bulan yang lalu, saat Ilham membantu rangkaian acara
penyambutan Ramadhan di TPA tempat Tuti menjadi pengajar. Saat itu, Ilham
menjadi pendongeng untuk anak-anak di wilayah Masjid Al-Mujahidin. Berselang
satu hari usai acara, Ilham menyatakan perasaannya melalui surat yang dikirim
lewat email. Siapapun yang membacanya, tentu terenyuh. Bahkan abah nya Tuti,
yakin bahwa lelaki ini benar-benar serius.
Diam-diam
Tuti menerimanya, dan yakin bahwa rasa itu tidak akan menjadi kerusakan bagi
dirinya atau diri Ilham, bahkan Ilham menegaskan melalui sahabatnya:
“Ilham itu yakin bahwa kamu tidak
akan jadi madzmumah bagi dirinya” tegas temannya dalam
inbox facebook
Enam
bulan dijalani, memang tidak ada apa-apa. Tidak ada pertemuan rutin yang
disengaja, hanya sekali pernah diantar jemput ke kampus Tuti, saat menunggu
Tuti selesai kuliah itu hujan lebat. Sampai-sampai BlackBerry milik Ilham itu
rusak karena terkena air.
Dan
itupun ternyata pertemuan terakhir, ditengah persaan Tuti yang kian merona karena
kekaguman pada Ilham yang masih menyempatkan diri untuk antar jemput. Tiba-tiba
di beranda media sosial, terlihat Ilham memanggil seorang wanita dengan sebutan
mesra, dan menjelaskan tentang handphonenya yang rusak karena tercemplung
kedalam air.
Tuti
menangis, tapi tak punya tempat untuk bercerita, karena rasanya tak pantas
sudah seusia ini msih bercerita tentang hal tidak penting macam itu. Padahal
posisinya Tuti adalah wanita yang sangat menjaga dirinya, bahkan sangat
berhati-hati terhadap virus-virus cinta. Tuti sadar bahwa ini adalah bukti
kasih sayang Allah, karena Allah ingin menunjukkan mana yang baik dan mana yang
buruk.
Tuti,
mencoba membaca ulang pesan singkat berupa tausyiah dari temannya, sebagai
perenungan yang menyadarkan bahwa dirinya memang sedang mengalami kelesuan
iman. Tanpa terasa 6 bulan itu, Tuti tak lagi menjalani rutinitas ibadah yang
ia list bersama teman-temannya:
1. Shalat
awal waktu
2. Puasa
Senin Kamis
3. Mengaji
1 juz sehari
4. Membaca
buku keislaman
5. Dzikir
pagi dan sore
Tabel-tabel
ibadah harian itu kosong, sejak 6 bulan yang lalu. Tapi Tuti heran kenapa
selalu seperti orang yang mendekatinya seperti sudah skenario Allah, ada yang
bilang jodoh itu akan Allah tunjukan melalui kebetulan-kebetulan. Dan Tuti
awalnya merasa bahwa ini adalah kebetulan dari Allah, kebetulan Ilham adalah
kaka kelas di SMA, kebetulan Ilham yang menjadi pendongeng saat penyambutan
Ramadhan, Kebetulan Tuti memang sudah punya perasaan saat SMA, kebetulan Ilham
pun diam-diam menyukai Tuti, kebetulan Ilham hadir dalam kehidupan saat Tuti
siap untuk menikah.
Ya
betul, seperti yang diutarakan abah, bahwa ini adalah ujian, karena Allah
menguji manusia dari titik terlemahnya.
Tuti
bangkit dari keterpurukannya, ia menggenggam AlQuran terjemahan, yang ia
paksakan untuk membaca, sebelumnya dirinya benar-benar hanyut dalam
kesia-siaan. Matanya serius mendalami makna ayat demi ayat. Dan terhenti pada
surat Al-A’raf ayat 163: “Dan tanyakanlah
kepada Bani Israel tentang negeri yang terletak di dekat laut ketika mereka
melanggar aturan pada hari Sabat, yaitu ketika datang kepada mereka ikan-ikan
yang berada di sekitar mereka terapung-apung di permukaan air, padahal pada hari-hari
yang bukan Sabat ikan-ikan itu tidak datang kepada mereka. Demikianlah kami
menguji mereka disebabkan mereka berlaku fasik.
Tuti
penasaran, mencoba membuka tafsir, karena hanya sekelebat memahami. Ya,
ternyata hari Sabat adalah hari yang dikhususkan untuk beribadah, dan mereka
tidak boleh bekerja. Padahal ikan-ikan itu muncul berkeliaran pada hari Sabat,
sungguh pilihan yang sangat berat, bagi orang-orang yang tidak taat.
Tuti
semakin tersadar bahwa ikan-ikan itu ibarat Ilham, yang datang pada waktu-waktu
terlemah, yaitu saat amanah Tuti di TPA semakin banyak, saat menginjak usia
kepala dua dsb. Dan itu pilihan berat, bagi Tuti yang imannya sedang lemah,
karena dia sadar bahwa sesungguhnya memikirkan lawan jenis saat belum waktunya
adalah mendekati zina.
Maka,
Tuti yang semakin sadar bahwa lelaki lembut adalah ujian terlemahnya, berjanji
pada dirinya akan sangat berhati-hati menjaga interaksi, dan mulai saat itu dia
menjadi wanita yang sangat tegas pada setiap lelaki, tegas terhadap
batasn-batasan interaksi sebelum dia merasakan yang ketiga kalinya.
cerpen ini didedikasikan untuk wanita yang kelembutannya suka dipermainkan
ingat.. Lebih baik mencegah daripada mengobati..
Komentar
Posting Komentar