Postingan

Menampilkan postingan dari Februari 7, 2012

“IZINKAN AKU MENCINTAIMU WALAU AKU LIBERAL”: KETIKA FILSAFAT DAN CINTA TIDAK LAGI BERJARAK (Part IV)

Di Barat sejak zaman modern diskursus agama berpindah dari tangan teolog ketangan para filosof.  Pernyataan theology was subservient to philosophy atau under the tutelage of philosophy adalah realitas yang tidak disesali. Artinya teologi menjadi bulan-bulanan para filosof. Untuk sekedar menyebut beberapa nama, Sartre, Heidegger, Jung, Ludwig Feurbach, William James, Nietzsche, Kant dan lain-lain, adalah filosof-filosof yang bicara soal agama. Padahal mereka tidak punya otoritas untuk bicara teologi. (DR. Hamid Fahmi Zarkasyi) Waktu sudah mengarah ke angka sembilan. Suasana malam di Ciputat berwarna remang-remang. Bohlam besar di tengah taman Fakultas Ushuluddin dan Fisafat memancarkan sinar ke lorong-lorong gelap basement. Gedung berlantai tujuh ini semakin malam semakin ramai. Canda tawa diantara mahasiswa mengalir ditemani dentuman-dentuman suara musik yang terdengar sayup dari depan student centre. Reza tertunduk. Ia berjalan di lantai dasar fakultas tidak lagi melihat pandangan

“IZINKAN AKU MENCINTAIMU WALAU AKU LIBERAL”: KETIKA FILSAFAT DAN CINTA TIDAK LAGI BERJARAK (Part III)

Hebat sekali filsafat itu bahkan menimbulkan takut dan segan orang lain yang merasa jiwanya terlalu kecil buat menghadapinya. Beribu-ribu buku dikarang, beribu-ribu ahli pikir mengeluarkan pendapatnya terkadang ada setengahnya manusia yang saking asyiknya dengan filsafat, sehingga dipandangnya bahwa agama hanyalah perkara kecil yang tidak menarik hati, sebab lekas beres! (Buya Hamka, Pelajaran Agama Islam)   Arisiska terdiam. Reza menahan kata-katanya. Ia mencoba sesabar mungkin menghadapi Arisiska. Dengan penuh empati, Reza mencoba menyadarkan, “Andai kakakmu masih hidup. Engkau akan tahu betapa sakitnya ia memiliki adik sepertimu. Adik yang diamanahkan oleh keluarga untuk mengemban amanah Islam. Kamu adalah adik perempuan satu-satunya, Arisiska. Dibesarkan dalam kultur santri di Jawa Timur semata-mata kelak keshalehahanmu lah yang mengantarkan kedua orangtuamu berlipat amalnya.” Reza ingin menghindari konflik. Ia berbalik badan memunggungi Arisiska seraya berbicara

“Izinkan Aku Mencintaimu Walau Aku Liberal”: Ketika Filsafat dan Cinta Tdk Lagi Berjarak (Sebuah Novelet Filsafat Part II)

Pukul 18.20 setelah shalat Maghrib, sekretariat FMM yang berada di Student Centre UIN Jakarta sudah ramai dihadiri seluruh aktivis muslim. Mereka hari ini berencana menyambangi sekretariat BEM Ushuluddin setelah nota protes yang dilayangkan ke Arisiska tak kunjung dibalas. FMM sudah kepalang terendam amarah. Hari ini Arisiska harus segera ditemukan: “Hidup atau mati”. Hannah Arendt dari Ciputat yang kalau sudah bicara suka nyelekit. Menstigma kader-kader Forum Mahasiswa Muslim UIN adalah Antitesis Peradaban yang lebih cocok tinggal di Arab ketimbang menganggu keutuhan Pancasila di Indonesia. “Belum belajar Filsafat Sejarah Hegel dan Dekontruksi Derrida. Terlalu taklid dengan Imam Syafi’i. Orang-orang kaya Jaka itu nanti di neraka bingung. Ia bertanya-tanya kepada Tuhan, kenapa ia masuk neraka, sedangkan Bunda Theresa masuk Surga.” “Hahahaha,” tawa terbahak-bahak kawan satu diskusinya. Arisiska memang selain terkenal pintar dan cantik, juga terampil melucu. “Lalu apa kata Tuhan, Sis?”