SEKELUMIT KISAH MAHASISWI JURUSAN TERTINGGAL “PGTK UNJ”
Hampir puluhan tahun sudah, gedung tua itu berdiri kokoh. Namun, tidak semua masyarakat Halimun tahu kalau gedung itu adalah salah satu gedung milik universitas Negeri yaitu UNJ, wajar saja gedung tua itu dahulunya adalah gedung SPG (Sekolah Pendidikan Guru), yang akhirnya menjadi Kampus D PGTK UNJ. Bila anda berkunjung kesana, laksana sebuah museum yang sangat usang, terdapat batu tulis alias marmer bertuliskan pengesahan gedung dan tandatangan BJ.Habibi di lantai dua samping ruangan 202.
Saat pertama menginjakkan kaki di lingkungan Halimun dua tahun yang lalu ketika sedang mencari kampus D hanya sekedar survey ingin tahu gedung tempat saya nanti menimba ilmu. Tidak jauh dari shalter Halimun, mata ini tertuju pada sisi samping sebuah gedung tua yang kulit temboknya sudah mengelupas, catnya luntur nian, sehingga mata saya yang minus ini melihatnya seperti gedung yang terbakar. Hati ini bergumam “Jelek banget gedungnya, gedung apa sih tuh?” Jiwa yang semangat ini seolah penasaran dan terus melangkahkan kakinya, sehingga sampailah di depan sebuah gedung yang bertuliskan KAMPUS D PGTK UNJ. Untuk melepas rasa lelah, kuayunkan kaki ini sampai pada sebuah sofa empuk di depan kantor PGTK. Ditengah asyiknya duduk, mata ini mulai bereksplorasi ke semua lingkungan PGTK UNJ. Dari sisi depan menarik, temboknya yang berlukiskan gambar kartun mencerminkan mahasiswanya yang kreatif. Tersadar akhirnya, bahwa gedung PGTK ini, gedung yang saya lihat jelek dari sisi samping tadi. Semoga saja Tuhan memberikan hikmah yang banyak dibalik jeleknya gedung tua ini.
Tidak syah rasanya mahasiswa baru tidak mengikuti MPA, karena akan banyak ketinggalan informasi penting terkait akademik. Namun tetap saja MABA 2007 yang menganggap enteng MPA, tidak berkenan hadir, mungkin mereka banyak kesibukan, atau mungkin saja mereka sedang mempersiapkan masa perkuliahannya dengan istirahat penuh dan tidak mau terganggu dengan kesibukan-kesibukan yang diberikan kakak panitia. Selama MPA berlangsung, kami selalu di gabung dengan PAUD kerena satu prodi, ada rasa iri ketika melihat mahasiswi PAUD dibanding melihat mahasiswi PGTK, mereka lebih aktif dan kreatif ditambah mereka punya 1 mahasiswa laki-laki yang potensial dan sangat kritis. Pertama masuk, spertinya lingkungan memang tidak mendukung, dan saat MPA berlangsungpun seperti tidak ada hal yang menarik dengan PGTK, padahal saya sudah resmi jadi mahasiswa PGTK. Pada saat itu, banyak yang meremehkan PGTK, sampai-sampai terkadang saya menangis sendiri, wajarlah mental anak SMA yang masih labil dan baru lulus. Terlebih lagi, ada mahasiswi PAUD yang melontarkan kata-kata “Bukankah dalam Undang-undang PGTK itu sudah tidak ada” Spontan sayapun mengelus dada dan mengerutkan dahi, baru MPA saja sudah bikin frustasi, belum lagi omongan tetangga dan keluarga yang mengucilkan PGTK. Saya yakin dengan jalan yang saya ambil ini, karena ini sangat mulia, akar pendidikan saya rasa ada pada pendidikan anak, dimana konsep diri mulai terbentuk, namun dengan teganya mereka membuat mental saya jatuh dengan perkataannya, mungkin hal tersebut terjadi karena ada jurusan PAUD yang mempunyai ladang yang sama dan jenjang pendidikannya yang lebih tinggi yaitu strata 1.
Satu semesterpun dilalui dengan gembira, karena banyak hal yang indah di PGTK, kekeluargaan yang luar biasa antara TU dan Mahasiswi, antara bapak penjaga bahkan antara ibu kantin yang sering kami panggil emak. Ditambah lagi dosen-dosen berpengalaman yang usianya lebih dari setengah abad dan dibilang sudah pensiun itu, sangat baik dan tetap berjiwa muda, walaupun kami tahu, mereka mengajar di PGTK atas nama pengabdian, merekalah pejuang sjati. Saya mendapatkan motivasi yang luar biasa disini untuk terus berjuang demi pendidikan anak. Namun, ditengah asyiknya menikmati perkuliahan yang semakin membentuk kepribadian guru dengan etika keguruan yang semakin melekat di jiwa kami, ada problema di PGTK dan masalah ini sudah ada semenjak PAUD berdiri. Mulanya saya tidak tahu apa-apa tentang masalah ini, sayapun belum menjadi orang yang aktif memperjuangkan PGTK UNJ saat itu. Namun diluar sana, kaka angkatan diatas saya tengah beraksi di kampus A, untuk memperjuangkan PGTK menjadi S1. Ketika tengah asyik berjalan di gedung daksinapati, saya ditarik untuk ikut AKSI, saat ikut aksi itu, saya baru tahu jerih payah para dosen PGTK UNJ dan mahasiswi Angkatan 2006 dalam mencapai tujuannya. Saya bersemangat untuk ikut aksi, dan ikut bersuara walaupun hanya sebagai gema dari kaka kelas alias ikut-ikutan. Sepertinya, AKSI hari itu sia-sia, yang turun pun hanya Dekan saja dan itu belum menghsilkan apa-apa.
Hasil AKSI yang ditunggu ternyata malah menghasilkan masalah lain yaitu PGTK akan ditutup dan kampus D akan ditempati oleh mahasiswa PAUD. Dengan emosional yang sangat tinggi, hampir hari-hari kami (19mahasiswi Reguler 2007)tidak tenang, perkuliahan pun jadi terganggu, dan hari-hari kami selalu terisi dengan guncingan terhadap PAUD. Satu tingkat sudah perkuliahan dijalani, mungkin karena keikhlasan ilmu yang diberikan oleh dosen-dosen PGTK, kami merasa jiwa kami berisi ilmu mereka, dan semakin matang. Lagi-lagi permasalahan itu seolah menghampiri, kami 19 orang disarankan untuk transfer ke jurusan PG-PAUD. Awalnya, dengan keegoisan masing-masing mahsiswi, hanya beberapa orang saja yang menandatangani surat transfer PG-PAUD, termasuk saya karena sebenarnya semenjak menjadi pengurus di BEM saya tertarik dengan teori-teori yang ada di PAUD, dan kepala prodi sebenarnya sudah meyakinkan bahwa ini adalah jalan yang baik untuk kesejahteraan mahasiswa PGTK agar langsung S1 dengan transfer PG-PAUD, karena saat ini S1 merupakan syarat kompetensi guru, bahkan ditahun yang akan datang, dengan pendidikan yang membaik, mungkin saja S1 sudah tidak berlaku lagi. Atas perundingan beberapa mahasiswa PGTK yang memilih transfer dengan yang tetap di PGTK, akhirnya semua mengubah niat mereka untuk transfer PG-PAUD, namun itupun sepertinya masih dihinggapi keragu-raguan, karena sesungguhnya kami (19 orang)tidak menginginkan adanya perpisahan, kami sudah seperti keluarga yang apabila satu sakit maka kami merasakannya.
Semangat untuk transfer pun kami awali dengan membuat surat perjanjian yang harus ditandatangani oleh Rektor UNJ, agar persoalan kami ini ikut dipikirkan. Dengan bersama-sama, kami datang ke kantor Rektor UNJ,namun hanya perwakilan saja yang menghampiri, itupun tidak berhadapan langsung dengan rektor, namun apa yang terjadi, pertemuan itu tidak menghasilkan apa-apa, karena mereka bilang ini adalah masalah fakultas dan jurusan. Dengan isak tangis, kekesalan yang mendalam kami bubar dari kelompok, dan curhat masing-masing sehingga bertanya pada hati apa yang harus kami lakukan, padahal saat itu kami memasuki semester baru, entah berpa kehadiran yang terlewati karena masalah ini, itupun karena kami masih bingung, mau milih yang mana.
Hari itu, entah tanggal berapa saya pusing tidak mengingatnya, adalah hari dimana kami mempunyai kepastian atas kebingungan kami selama ini. Akhirnya, 7 orang dari 19 orang memutuskan untuk melanjutkan transfer, walupun itu masih menjadi dilema, kami yang bertujuh berfikir “tidak mungkin kepala prodi menjerumuskan kita, mudah-mudahan ini memang rencana baik untuk kita agar tetap lanjut s1 dengan prasyarat bayar semesteran tetap seperti di PGTK, dan kami yang bertujuh yakin bahwa ini jalan terbaik yang kami tempuh, kami yakin dengan kepala prodi kami. Sedangkan 12 orang lainnya teguh pendirian untuk tetap di PGTK, bahkna diantara mereka ada yang menangis untuk kami, mereka khawatir kami bertujuh dipermainkan. Tapi tenang sahabat, kami bertujuh akan berpetualang disini,kami akan baik-baik saja, toh kita sama-sama pejuang pendidikan, yang membedakan hanya jalur yang kita ambil. Mereka ber 12 orang sudah seperti kekasih hati kami yang saling menguatkan, seolah hati ini saling berkata dengan mereka “Dinda, jaga baik-baik diri kalian, teruslah kobarkan semangat perjuangan dan hati ini pun bernyanyi sebuah lagu nasyid perjuangan yang diganti syairnya “Slamat tinggal sahabatku..ku kan pergi berjuang, mencari keadilan, jauh..di PG-PAUD”. Dan kami pun berpisah hingga saat ini, walaupun pernah sesekali bertemu karena mereka ber 12 sedang menjalani PKL.
Satu tahun sudah kami bertujuh mengikuti perkuliahan, kami pun tidak punya kelas tetap, dan dihitung ikut-ikutan Alih program kelas B yang rata-rata merupakan lulusan D2 PGTK UNJ. Sebenarnya banyak yang harus dipikirkan di PG-PAUD ini, tapi sejauh ini kami sudah mersakan perjuangan dari kepala prodi PG-PAUD yang terus membantu kami dari tidak punya nomor registrasi, sampai punya nomor registrasi, dari tidak punya kelas untuk kuliah sampai akhirnya punya, dari tidak dianggapnya perkuliahan yang kami ambil sampai akhirnya diakreditasi, kalau saya pribadi, organisasi membantu saya melupakan permasalahan tersebut. Kabar gedung PGTK tersebut, semakin membaik karena ada mahasiswa/i pasikologi dan PGSD yang aktif mengembangkan kegiatan disana. Terakhir saya kesana, gedung itu semakin bagus, hanya kamar mandinya saja yang tidak berubah, bau, kotor dan jorok, walaupun penjaga sering membersihkannya namun rasanya tidak mempengaruhi apapun, karena sudah seharusnya dihancurkan, diganti dengan kamar mandi yang layak pakai.
Tepat, tanggal 9 November, TU PGPAUD yang baik hati mengingatkan saya, akan banyaknya mata kuliah yang belum kami ber7 ambil, kami pun harus mengatur strategi untuk cepat menggapai kelulusan dengan baik. Saya pun baru sadar, sudah hampir 2 tahun setengah saya berada di UNJ, namun masih banyak SKS yang harus ditempuh akibat transfer tadi. Tidak masalah, kami bertujuh adalah pemuda kuat apalagi untuk sekadar menuntut ilmu. Asalkan kami sudah syah menjadi mahasiswa PG-PAUD, kami akan berjuang didalamnya. Tahun 2009 PGTK resmi ditutup untuk tidak menerima mahasiswa baru lagi, dan teman-teman saya PGTK Reguler 2007 yang ber 12 beserta mahasiswa PGTK non reguler merupakan mahasiswa terakhir yang ada di PGTK. Dosen-dosen PGTK tercinta, jasamu tida akan pernah kami lupakan, karena engkaulah peletak motivasi pertama untuk menuntut ilmu dan mengenalkan kami etika keguruan, sampai kapanpun ilmu ini akan terus kami kembangkan.
bukan pemuda kuat tapi pemudi kuat dong ca.. hihi...
BalasHapussipirili.. kangen ama anak2^^
yap betul.. sealu berjuang.saling mengingatkan ya cinta^^
ad..ajarin edit blogspotnya dunk
BalasHapussemangat ya cha, teh ina (paud 06) g sengaja baca note ini,,,n cukup terharu..
BalasHapussemoga ini memang jalan terbaik dari_NYa untuk kalian ^ ^
paud atau pun PGTK..kita sama saja, visi kita adalah mencerdaskan anak sejak usia dini, ^_^P
setelah kemarin ngobrol2... jadi penasaran sama blognya ica..
BalasHapuspagi ini, langsung cari2... eh, ketemu...
wah, bagus nih cha.. kenapa g diprint-out, trus dipasang di mading? pasti yang baca lebih banyak.. :D
setidaknya, 'ibu2 kita' di PAUD bisa ikutan baca suara hati mahasiswanya.. :D
(temennya teh ina^^)
kakaqu....ini tulisan tertoreh sesuai suasana hati...Alhamdulillah sekarang kembali semangat....toh niatnya untuk pensisikan anak..syukron kaka2qu
BalasHapushiii sis..ga sengaja juga baca blog ini, bagus sekali. saya angkatan non reguler 2007 yang terakhir, banyak ilmu yg kita dapat dr dosen2 kita mudah2an di dunia pendidikan (kerja) bisa kita aplikasikan ilmu yang kita dapat dari D2 pgtk untuk anak - anak indonesia.
BalasHapus@utk dosen2: terimakasih banyak jasamu tiada duanya, kalian ttp dihati kami
@tmn2 alumni D2 : ttp semangat dalam mencerdaskan anak didik kita
gbu all