ALL ABOUT MENYEMPURNAKAN IBADAH (TANYA JAWAB DENGAN USTADZAH ASRI)



KRITERIA SIAP MENIKAH
Tanya
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabaraktuh
Saya Tika di Purworejo. Bagaimanakah seorang akhawat dikatakan siap menikah? Ketika ada tawaran ta’aruf kok ada ketakutan kalau mengecawakan, gak PD dll. Apakah itu berarti belum siap? Jazakillah
Nama saya Wildan. Bagaimana kita mengetahui sesoerang yang sudah siap untuk menjalani pernikahan, agar sebelum ta’aruf kita bisa mengetahui seseorang tersebut benar-benar siap untuk menjalani semua itu?
Jawab
Seorang ulama sempat menuliskan bahwa kesiapan seseorang menikah sama seperti kesiapannya dijemput maut. Tidak ada seorang pun yang dengan sepenuh keyakinannya menjawab “siap 100%”. Jadi, kesiapan seorang akhawat untuk menjalani pernikahan juga seperti itu. Ia memang harus dipersiapkan dengan ilmu, memperbaiki pemahaman dan mempertebal keyakinan, agar ketika gerbang pernikahan itu dimasuki, ia sudah tahu bahwa jalan yang ditampuhnya adalah jalan ibadah, dan ia sudah siap dengan segala konsekuensinya. Untuk itu, buat pendamping akhawat, misalnya murabbiyah, memiliki tugas mempersiapkan akhawat menjadi ummahat yang bisa diandalkan karena kekuatan maknawiyahnya, kekokohan ilmunya dan kekuatan fisiknya. Untuk itulah ia ditarbiyah.
Adapun perasaan negatif yang muncul saat ia hendak ditaarufkan semisal takut, tidak PD atau khawatir mengecewakan, adalah wajar. Perasaan-perasaan itu muncul karena belum pernah mengalaminya dan karena mempunyai harapan akan keberhasilan acara yang sedang digagasnya. Tak perlu mundur karena mengalami perasaan ini. Tetaplah Tsiqah Billah, percaya kepada Allah secara penuh. Anda sedang menjalani kebaikan untuk menggenapi separo agama. Minta tolonglah kepada Allah agar Dia mempermudah, memperlancar, dan memberikan ketenangan kepada anda. Bila tawaran ta’aruf itu sampai kepada anda, ucapkan, “Bismillah,”tarik napas panjang dan terimalah. Tanpa berani mencoba, Anda tak pernah tahu nilai pentingnya.

Tentang Pihak Ketiga
Tanya
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Bagaimana ketika kita tidak menemukan pihak ketiga, apakah saya bisa langsung mengajak dia berdiskusi? Alhamdulillah saya sudah shalat istikharah beberapa kali, tapi belum menemuan kepastian. Takutnya, saya malah bingung antara petunjuk Allah dengan godaan setan atau hawa nafsu.
Jawab
Kita menginginkan keberkahan ta’aruf yang kita lakukan. Untuk mencapainya, tentu saja kita ingin tidak ada pelanggaran syariah yang terjadi. Kehadiran pihak ketiga dibutuhkan agar-rambu-rambu syariah tetap ada penjaganya. Betapa banyak orang yang niatnya berta’aruf, tetapi mereka malah justru jatuh kedalam kubangan pacaran.
Anda tak perlu berpikir bahwa pihak ketiga itu susah dicari dan harus didapat dengan kriteria jelimet. Bukankah kita punya sahabat, teman, atau kerabat yang bisa dipercaya? Demikian halnya dari pihak sang calon. Cobalah cari dan berhusnudzhan kepada mereka.
Tentang istikharah, sebagaimana tadi telah kita bahas, boleh dilakukan berkali-kali. Anda tak perlu menunggu kepastian, entah mimpi atau ilham karena hadits tentang shalat istikharah tidak menyebutkan hal tersebut. Begitu anda istikharah segera saja bulatkan tekad untuk memilih dan bila pilihan anda berdasarkan kriteria agama, semoga saja keberkahan menuntun anda. Allah SWT berfirman:
Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad maka bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada Nya. (Ali-Imran:159)
Memang susah membedakan antara petunjuk Allah dan godaan hawa nafsu, dan bisa jadi itu diluar kekuasaan kita. Tetapi, kita sangat mungkin mengupayakan semuanya didasarkan pada pilihan Allah bila kita berpegang teguh pada ketentuanNya, tidak pacaran, tidak mendekati zina, tidak membayangkan dan memmandanginya dengan pandangan syahwat, tidak pula berusaha menebak apa yang ada dibalik kerudung dan bajunya. Wallahua’lam

BILA ORANG TUA BELUM SETUJU
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Ummi saya ingin menanyakan apa yang harus saya lakukan. Saya sudah taaruf sendiri dengan seorang ikhwan. Kita sudah bersiap untuk menikah muda. Tetapi saat kita sampaikan kepada kedua orang tua, mereka melarangnya, terutama kedua orangtua ikhwan. Ummi, apa yang harus saya lakukan?
Mira
Ibu Asri kami sudah lama ta’aruf tetapi bapaknya kurang setuju dan sampai saat ini kami masih meminta persetujuan. Bagaimana dan langkah apa yang sebaiknya kami ambil, karena kami ingin melanjutkan ke pernikahan.
Duana
Jawab
Ananda Mira dan Duana yang shalehah, orangtua memiliki peran yang sangat strategis di dalam kehidupan kita. Itu sebabnya, berbakti kepada kedua orangtua adalah perintah agama yang wajib ditunaikan. Rasulullah saw bersabda:
“Anak tidak dapat membalas kedua orangtuanya hingga dia mendapatinya sebagai budak lalu dibelinya dan dimerdekakannya (HR. Muslim)
“Berbuat baik kepada keduaorangtua lebih utama ketimbang shalat, sedekah, puasa, haji, umrah dan jihad di jalan Allah (HR.Abu Ya’la dan Thabrani)
Keridhaan Allah tergantung kepada keridhaan orangtua dan murka Allah pun terletak pada murka kedua orangtua (HR.Al-Hakim)
Jadi, mba Mira dan mba Dhuana yang shalehah, setiap orangtua tentunya menginginkan kebaikan bagi anak-anaknya. Ketika mereka melarang sesuatu, pasti ada alasan-alasan yang memberatkan mereka. Begitupun anak-anak tentunya menginginkan kebaikan bagi hidupnya, sehingga yang diperlukan adalah komunikasi yang sehat, agar dua kebaikan itu bisa bertemu. Komunikasi yang sehat adalah komunikasi yang didasari oleh niatan mendapat Ridha Allah, didalamnya tidak ada emosi yang membuncah, rasa ingin menang sendiri atau ketakutan-ketakutan tertentu yang membuat salah satu pihak tidak nyaman mengungkapkan perasaannya.
Cobalah dekati hati orang tua kalian. Wajar bila mereka melarang nikah muda karena mereka tak ingin kalian gagal dalam studi, tak mampu menafkahi pasangannya dan tergantung kepada kedua orang tua padahal mereka sudah menikah. Untuk itu, tunjukkanlah pada mereka dengan kesantunan akhlak bahwa kalian adalah anak muda yang mampu memikul tanggung jawab. Kalian sudah bisa menafkahi diri kalian sendiri. Kalian juga tetap patuh dan berbakti pada perkataan mereka, selagi tidak mengajak pada perbuatan maksiat. Tetap pula berikan alasan-alasan mengapa kalian menginginkan nikah muda. Terangkanlah bahaya perzinahan dan kalian tak mau jatuh kedalamnya. Juga keuntungan-keuntungan yang lain akan pilihan yang akan kalian ambil. Tetap perbanyak doa di depan Allah, karena ia adalah sebaik-baik pengabul doa.
Bila upaya maksimal sudah kalian lakukan tetapi orangtua belum ridha, bersabarlah. Jangan membuat sakit hatinya bertambah. Kalau kalian khawatir akan terjatuh kedalam dosa sebab hubungan “tanpa status” yang kalian jalani ini, sebaiknya kalian memutuskan sja taaruf yang sudah terlanjur terjadi. Yakinlah bahwa jodoh yang terbaik adalah yang dipilihkan oleh Allah. Masih banyak lelaki shaleh yang siap menikah dengan gadis yang shalehah. Jangan sampai kalian memiliki perasaan jatuh cinta yang terlarut yang justru membuat ibadah kalian menjadi terganggu.


MENGAJAK MENIKAH SECARA LANGSUNG KEPADA AKHAWAT
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Ibu yang dirahmati Allah. Saya telah merencanakan untuk menikah insyaAllah antara enam bulan sampai satu tahun lagi. Alhamdulillah saya berkomitmen untuk tidak berpacaran dan sebenarnya saya telah menyukai seorang akhawat yang luarbiasa shalehnya. Dalam suatu kesempatan saya membaca situs islami bahwa apabila kita suadah siap menikah maka lakukan dengan cara yang baik, yakni bisa denga cara langsung, atau dengan perantara. Pertanyaan saya Bu, apakah benar Islam memperbolehkan kita untuk menyatakannya secara langsung kepada pihak perempuan? Mohon dibalas secepatnya, Bu. Soalnya Murobbi saya pada suatu kesempatan menyatakan tidak dibenarkan demikian. Syukron
Erik
Bu Siti yang saya hormati. Langsung saja ya, Bu. Bolehkah saya menentukan sendiri atau memilih calon istri sendiri? Maksudnya bolehkah tanpa dicarikan gguru ngaji dan tentu saja tidak pacaran? Bolehkah saya mengajak akhawat ta’aruf atau bahkan khitbah secara langsung tanpa perantara. Terimakasih ya, Bu.
Ibadurrahman
Jawab
Saudara Erik dan Ibadurrahman yang disayang Allah. Alhamdulillah, ibu ucapkan selamat kepada Anda berdua karena telah mendapat jalan hidayah. Ibu berdoa semoga kalian senantiasa dikaruniai keidtiqamahan oleh Allah dan termasuk tujuh golongan yang dinaungi Allah, kelak disaatorang yang lain tidak mendapat naungan.
Di dalam  Sunnah terdapat beberapa cara mengkhitbah akhawat, diantaranya sebagai berikut:
1.     Lamaran melalui pihak keluarga wanita. Hal ini berdasar hadits riwayat Imam Bukhari dari Urwah bahwa Nabi saw melamar Aisyah kepada Abu Bakar, lalu Abu Bakar berkata, “Sesungguhnya aku adalah saudaramu.” Nabi menjawab, “Engkau adalah saudaraku dalam Agama Allah dan kitabNya sedangkan dia halal bagiku”
2.     Meminang dengan berbicara langsung kepada si wanita. Dalam kitab-kitab fiqih hal ini diistilahkan dengan memiang wanita dewasa langsung kepada yang bersangkutan sendiri. Contoh peristiwa ini adalah saat Anas bin Malik menceritakan proses khitbah ibunya seraya berkata, “Abu Thalhah melamar Ummu Sulaim lalu Ummu Sulaim berkata, “Demi Allah, orang yang sepertimu ini tidak patut ditolak, wahai Abu Thalhah. Tetapi engkau orang kafir sedang aku wanita muslimah dan aku tidak halal kawin denganmu. Jika engkau mau masuk Islam maka yang demikian itu sudah cukup sebagai maskawinku dan aku tidak meminta yang lain kepadamu” (HR.Nasa’i)
3.     Orangtua si wanita atau kerabatnya menawarkan kepada orang-orang yang mereka ridhai akhlak dan agamanya. Contoh peristiwa ini adalah saat Umar bin Khattab menawarkan Hafshah putrinya yang menjadi janda karena suaminya Khunais bin Khudzafah As Sahmi wafat di madinah. Ia menawarkannya kepada Utsman bin Affan lalu karena Utsman menolak ia tawarkan kepada Abu Bakar. Mereka berdua menolak karena telah melihat isyarat bahwa Rasul menginginkannya.
4.     Pihak laki-laki melamar wanita melalui pemuka masyarakat, guru ngaji atau tokoh.
5.     Wanita menawarkan dirinya kepada laki-laki yang shaleh. Hal ini sesuai dengan hadits Anas ra yang berkata: “Seorang wanita datang kepada Rasulullah saw, menawarkan dirinya secara langsung seraya berkata,”Wahai Raulullah apakah engkau berhasrat padaku?”
Jadi, saudara Erik dan Ibadurrahan, sesungguhnya permasalahan yang anda hadapi sudah pernah dialami di zaman Rasul da para sahabat. Anda boleh saja memilihh akhawat yang anda tahu keshalehannya secara langsung. Meskipun begitu, anda harus memperhatikan kaidah secara syar’i, misalnya tidak membicarakannya dengan berkhalwat (bersendirian tanpa disertai orang ketiga), seriusnya agenda pertemuan, tidak dalam kondisi yang mencurigakan dan menimbulkan fitnah.
Adapun dengan murabbi, usahakanlah melakukan komunikasi yang santun dengan beliau. Bagaimanapun beliau tntu memiliki pandangan tertentu yang didasarkan pada pengalamannya bahwa mengkhitbah akhawat secara langsung banyak menimbulkan madharat. Dengarkanlah pendapatnya, lalu berterusteranglah bahwa anda sudah memiliki pilihan. Melibatkan beliau sejak awal, tentu lebih baik daripada anda melakukan segala sesuatunya sendiri dan mengundang beliau setelah undangan jadi. Ini tentu tidak baik dan akan menimbulkan prasangka yang berujung pada fitnah, kelurusandakwah anda dan keikhlasan niat. Semoga anda tetap dinaungi dengan cahaya Allah. Amin


Komentar

Postingan populer dari blog ini

SEKELUMIT KISAH MAHASISWI JURUSAN TERTINGGAL “PGTK UNJ”

Game Level 2 Melatih Kemandirian Day 1

Game Level 3 Melatih Kecerdasan Anak Day 2