Hadiah 3 bidadari


Hadiah 3 bidadari

“Dear 3 bidadari”
Aku tak sabar ingin bertemu kalian
Aku ingin cubit pipimu satu persatu
Bercanda bersama, bahagia bersama dan berjuang bersama
Kurasa jika ada kalian otot-otot wajahku tak akan berhenti bergerak untuk menciptakan senyuman
Jika ada kalian lelah ini tak akan terasa”

Tanganku seakan tak mau berhenti untuk menulis surat ini, tapi malam ini, begitu cepat kurasakan signal lelah dari mataku, padahal aku kan insomnia, apa malam ini malah jadi handsomnia..hussst hentikan..tak ada waktu untuk memikirkan yang handsome, tidur lebih baik bagimu.. ya begitulah batinku sering sekali berdialog. Kucoba seduh secangkir capucino untuk menguatkan kembali otot mataku. Nyatanya tidak mempan, baiklah hari ini aku akan mengalah pada mataku, teringat dari 3 hari yang lalu aku tidak tidur, karena menyelesaikan deadline novelku. Sebenarnya aku lebih senang menulis soft news seperti waktu kuliah dulu. Karena itu, aku sangat suka travelling, meliput kegiatan dan banyak hal, tapi apa daya, aku harus bisa menulis apapun yang bisa kukerjakan di tempat tidur, kursi roda, tidak boleh jauh-jauh.
Tok tok tok, assalamu’alaikum mar’ah “ibu memanggilku sambil membuka pintu”
Wa’alaikumussalam “ucapku dalam hati”
Ya, hanya dalam hati. Maklum saja karena sejak 2 tahun yang lalu aku bisu, setelah kedua kaki ku diamputasi. Kecelakaan tertabrak truk 2 tahun yang lalu, memberikan aku kehidupan yang harus luar biasa kujalani. Ah, aku jadi ingat sahabat-sahabat dakwahku, sahabat yang bernaung dalam forum Alumni Rohis.
“Ayo, mar’ah tidur segera, besok bang dani dari Al-Banna Publishing, mau ke rumah, mau ngurus royalti menulis kamu” ucap ibu sambil tersenyum dan mengecup keningku
Aku hanya bisa tersenyum, sambil membayangkan wajah bapak di syurga, dulu pasca kecelakaan bapak benar-benar marah, dan mencaci maki semua aktivitas organisasiku. Bapakku bilang aku aktivis bodoh yang percaya dengan ayat-ayat yang hakikat. Itu karena aku selalu bilang, bahwa Allah pasti akan menolong aku sesuai dengan janjiNya surat Muhammad ayat 7. Bapakku seorang dosen filsafat, bapak meraih gelar Doktornya pada jurusan Filsafat di UK, London. Bapak sangat mengagumi senior-seniornya seperti pak Azumardi Azra, Komarudin Hidayat, juga Quraisy Syihab dan juga mengidolakan Aristoteles dan Socrates, pelopor filsafat dari Yunani. Tentu bertentangan dengan pemikiranku. Aku lebih menyukai ulama-ulama yang mengedepankan hati untuk menyelesaikan berbagai masalah umat seperti Imam Ghazali, Ibnu Athailah, Ibnu Taimiyah, Hasan Al-Banna, Sayyid Quthb dsb.
Meski bapak sering kesal, bapak sempat bangga padaku, 3 hari sebelum bapak kembali ke syurga karena usianya yang semakin lanjut, aku dinobatkan menjadi mahasiswa terbaik saat wisuda dengan predikat skripsi terbaik, meskipun gelar itu kudapat 6 tahun lamanya, dan hari itu juga aku mendapatkan Beasiswa Unggulan DIKTI berupa uang tunai, setelah beberapa bulan sebelumnya aku apply beasiswa tersebut melalui seleksi jalur penulis nasional. Aku sudah lama incar beasiswa ini, karena jarang penulis-penulis nasional yang memanfaatkan kesempatan ini. Ya begitulah, aku selalu memanfaatkan hal yang peluangnya besar untukku, karena aku juga memahami kemampuan diriku. Uangnya akan aku kumpulkan untuk membeli kaki palsu yang kualitasnya terbaik. Banyak sahabat yang ingin berfoto denganku saat itu, tanpa menghiraukan kaki dan suaraku, yang bapakku sering bilang seperti mayat hidup. Disinilah bapak medekapku erat dan membisikkan permintaan maaf, atas kekerasan sikapnya selama ini. Lalu, aku tulis di selembar kertas:
“Sekarang bapak percaya kan? Muhammad ayat 7?
Bapak mengangguk dan meneteskan air mata, sambil mengucapkan terjemahan Muhammad ayat 7:
“Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu menolong agama Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu”
Katanya bapak kagum dengan kegigihanku yang sama dengan Socrates saat diberi hukuman meminum racun, karena mempertahankan keyakinan dan pemikirannya. Alhamdulillah bapak mulai suka membaca novel dan kumpulan cerpen yang kutulis, katanya mirip Imam Ghazali dengan karyanya Ihya Ulumuddin tapi versi fiksi karena bahasanya yang ringan, melalui karya Ihya Ulumiddin,  yang berarti “Menghidupkan Kembali Pengetahuan Agama” ia ingin meluruskan aqidah yang tercoreng oleh pemikiran-pemikiran barat dikarenakan filsafat. Aku tertegun, sejak kapan bapak membaca kitab ihya Ulumiddin. Bapak bilang, dia tidak akan pernah menuhankan pemikirannya lagi, dan tidak memaksaku untuk menikah dengan Rusydi. Rusydi yang semenjak semester 5 dijodohkan denganku, karena dia sudah menjadi CEO disebuah perusahaan, dan keduanya (bapak dan Rusydi) sama-sama alumni  sebuah organisasi yang didalamnya banyak pejabat, cendikiawan dll yang sangat mengagunggkan prima prinsipa.
Dulu bapak bilang, Cuma Rusydi yang cocok denganku, bahkan bapakku bangga karena dia tetap mau menikah denganku meski kaki dan suaraku sudah tak berdaya. Sampai saat ini, dia yang tengah menempuh studi sarjana nya di Leiden University, Den Hag, masih sering mengirim pesan singkat padaku. Pesan-pesan singkat yang dikirimkan juga kepada wanita-wanitanya. Kalau bukan karena bapak, aku mungkin tak akan kenal dengan lelaki ini, sms nya terkadang cuma menjadi debu, diantara sms-sms mutiara yang lain. Seumur hidupku baru dia lelaki yang berani sekali sms aku dengan bahasanya, kadang kalau aku balas dengan tegas, dia bilang aku tidak memanusiakan manusia. Seperti sms yang ini, kadang aku membacanya dari ujung sedotan, sambil kuperlihatkan pada ibuku.. ini lho bu lelaki pilihan bapak, tidak memuliakan aku sebagai wanita yang belum jadi istrinya, lihat saja sms nya:
“aku mencintaimu lebih tenang dari angin yang mengarungi musim
lebih panjang dari nafas yang membatasi usia...
ya...tenang dan sangat tenang!”
“Lho itu mah namanya romantis, ibu juga dulu sama bapak begitu, jangan berlebihan ah kamu “jawab ibu
“Bu, romantis sebelum menikah itu gak berkah lho, gak bernilai ibadah. kita itu belum mahram, dia yang tiap minggu ngaji di Bekasi engga sepantasnya ngirim sms kayak gitu sama Mar’ah, kalo hati Mar’ah lagi kotor juga pasti Mar’ah bisa kena virus ini” aku membela diri
“yaudah biar bapak kamu seneng, udah bales aja sms nya” pinta ibu
Saat itu aku balas seperti ini, karena aku tak bisa membalas dengan sastra jenis begitu:
ya..tapi sayangnya saat ini musim kekeringan, musim kemarau, disertai panas yang bertubi-tubi..ketenangan angin pun tak kian dirasa oleh semua manusia yang kufur, sekalipun para pecinta..bahkan nikmat nafas yang setiap hari kita hembuskan saja..semua seolah lupa..karena mengutuk Takdir Tuhan, akan musim ini...begitulah kisah jiwa-jiwa yang pada akhirnya tak akan pernah tenang”
 Aku sengaja memantaunya lewat berbagai media sosial, karena aku harus tahu banyak perihal lelaki yang dijodohkan denganku. Meski dari awal aku sudah menolak, tapi karena suatu waktu ia terlihat seperti ikhwan, dia bilang mengaji setiap pekan dengan ustadz di Bekasi, dan dia memahami semua pemahaman dan aktivitasku, jadi aku hampir mengiyakan kemauan bapak, karena kupikir kita satu visi. Dan ternyata itu semua hanya gombal, setampan apapun tidak akan mau aku menikah dengannya. Tingkahnya seperti Ajo Sidi, si pembual yang membuat haji Shaleh penunggu Surau jadi menghabisi hidupnya, dia pandai membuat orang percaya dengan dalih-dalih Tuhan, persis sekali kisah Robohnya surau Kami karya AA Navis. Meski dimata bapakku dia tetap lelaki shaleh. Bapakku selalu membanding-bandingkannya dengan teman-temanku. Kata bapakku, Rusydi tak perlu ada di masjid-masjid, tidak aktif kegiatan atas nama dakwah yang kamu agung-agungkan itu, tapi dia hafal Al-Qur’an 13 Juz, suaranya bagus, dia kaya dan gayanya tetap keren tidak cupu seperti teman-teman lelakimu. Dan dulu ketika aku masih bisa bersuara, aku pasti membalas bapak dengan mengutip perkataan Imam Mujahid bin Jabr
 “Orang yang faqih adalah orang yang takut kepada Allah meski ilmunya sedikit, dan orang yang bodoh adalah orang yang berbuat durhaka kepada Allah meski ilmunya banyak”.
Tapi itu saat aku belum jadi orang sukses seperti yang bapak mau, setelah aku di wisuda itu, bapakku menyerahkan pilihan jodoh terserah padaku dan bapak jadi sering menceritakan kekagumannya dengan ulama sekaliber “Yusuf Qardhawi”, bapakku bilang fatwa-fatwa dan jawaban-jawabannya selalu membuat orang lain menghindari perdebatan, meski tetap ada saja yang mendebatnya, bahkan mencelanya, tapi beliau selalu berhati-hati dalam menjawab, karena tidak menginginkan perpecahan, selalu moderat dan menjadi pertengahan dalam menjawab hal-hal yang khilafiyah (permasalahan yang masih diperselisihkan para ulama). Bapak bercerita, pada sebuah konsultasi yang ada pada kitab fatwa kontemporer karya Yusuf Qardhawi, ada yang menyebutkan bahwa ada celaan terhadap orang-orang yang berhijab biasa juga kepada Yusuf Qardhawi sendiri karena lebih membela hijab daripada cadar. Padahal dalam konsultasi tersebut ada bab yang menyatakan bahwa yusuf qardhawi membela cadar tapi tidak mewajibkannya, menurutnya cadar itu sangat baik dibanding wanita-wanita yang berpakaian tapi telanjang, yang berlenggak lenggok untuk memikat lelaki. Bahkan beliau menegaskan bahwa barangkali yang bercadar itu lebih “wara’” karena kehati-hatiannya. Dan dari situlah bapak mulai merenung atas yang ia lakukan selama ini, yang memanusiakan manusia, tapi kadang mengkritik ayat-ayat Tuhan, yang selalu menjudge bahwa orang berhijab lebar sepertiku adalah teroris, yang selalu membanggakan bahwa dirinya adalah kaum yang berfikir seperti yang selalu Tuhan sebut-sebutkan dalam ayatNya.
 Dan sambil meneteskan air matanya didepan kursi rodaku bapak berkata dengan mendalam
“Orang yang beriman adalah orang yang taat pada perintah Allah. Dan mau seperti apa menjalankannya yang penting masih sesuai syari’at, karena kita tidak tahu masing-masing manusia punya penjagaan, kenyamanan sendiri dalam mentaati perintah RabbNya termasuk wanita-wanita bercadar atau berhijab lebar sepertimu, selama ini bapak berdosa karena sering melontarkan fitnah terhadapmu anakku, maafkan bapak”
Aku yang hanya bisa mendengarkan, saat itu, tersenyum lebar sambil mataku berkaca-kaca. Aku sujud syukur dalam posisi duduk ini. Dan rasanya kebahagiaan ini pupus setelah esoknya, bapak ditemui di kamarnya sudah tak bernyawa lagi, dalam posisi sujud usai sholat Dhuha, padahal malamnya sehat-sehat saja. Kata ibu saat itu aku langsung pingsan tak sadarkan diri, tapi aku yakin di syurga sana bapak benar-benar dijaga oleh Allah dan diberikan tempat terbaik. Saat secara medis dichek semua kondisi tubuhnya untuk memastikan apa yang memicu semua ini, selain karena kondisinya yang sudah lanjut usia ternyata pada mata nya kekuatan penglihatannya mulai hilang disebabkan katarak, dan kekuatan penglihatan yang hilang itu kata dokter diduga karena bapak sering sekali menangis selama 3 hari itu. Selain itu, memang semenjak pensiun, bapak lebih sering mengurusi usaha bengkelnya, dan sering mengawasi saat anak buah nya menggunakan las, karena kata dokter katarak itu bisa dipicu karena berbagai sinar yang menyilaukan salahsatunya api las. Dan soal menangis itu aku yang bercerita pada dokter yang juga ustadz muda itu melalui secarik kertas, lalu dokter mengutip Surat Yusuf ayat 84 tentang Nabi Yakub a.s yang sangat sedih akibat kehilangan Nabi Yusuf a.s yang ternyata meninggalnya Yusuf juga merupakan kabar bohong dari saudara-saudara Nabi Yusuf as:
“....dan kedua matanya menjadi putih karena sedih. Dia diam-diam menahan amarah terhadap anak-anaknya”
Ya itulah sepenggal cerita tentang aku dan bapakku, sedangkan ingatanku tentang kecelakaan yang menimpa diriku sangat menguji keikhlasanku sebagai seorang aktivis dakwah. Aku yakin ini adalah jawaban atas do’a-do’aku, karena Allah Maha Tahu apa yang terbaik untuk diriku dan keluargaku. Sama seperti Allah mengijabah do’aku untuk kakak perempuanku. Aku selalu berdoa agar kakaku bisa kembali seperti dahulu, berhijab yang rapi, dan tetap berprestasi, kagum dengan muslimah-muslimah yang hanya karena Allah dia mempersembahkan dirinya, tidak terlena dengan tabarruj (berhias diri) untuk yang bukan mahram nya. Dan ternyata benar, Allah mengijabah dari arah yang lebih baik dari yang kupinta, Allah memberikannya pangeran yang sekarang jadi suaminya, shaleh, penggiat Sunnah, berhati-hati dan menyarankan kakaku untuk berhijab dengan rapi, longgar menutupi dada, menggunakan rok, dan lain sebagainya. Semoga Allah memberkahi keduanya yang kini sedang meniti keluarga kecilnya di Seoul. Ingat kakaku aku jadi ingat kecelakaan itu, karena saat itu kakaku sedang sms menyemangati aku:
“ayoo semangat skripsi!!! ada ikhwan aktivis masjid di Seoul nih yang cocok buat kamu..uhuuuuy”. Ah, kakaku memang paling bisa membuat wajahku merona.
Saat kecelakaan itu, aku sedang buru-buru untuk menyiapkan acara penyambutan siswa baru Rohis di SMA 20 Jakarta, setelah sebelumnya aku bimbingan skripsi terlebih dahulu di kampusku. Aku memaksa diriku menggunakan motor baru yang kudapat dari PLN writing competition sebagai hadiah utama lomba menulis esai. Karena jika kuhitung-hitung waktu, tidak akan sempat untuk mengurusi semuanya jika naik patas biasa, sedangkan aku harus mengurusi banyak hal, sewa LCD yang harus kuambil di Pulogadung, mengambil pesanan konsumsi, menjemput pembicara kedua, karena pembicaranya wanita, mengantarkan kamera segera untuk dokumentasi. Belum lagi aku kepikiran soal skripsi yang terus menerus di revisi, karena buah cinta dosen pembimbingku padaku, ya aku selalu berhusnudzhan. Semua itu aku lakukan sendiri bukan karena aku individualis, tapi karena semua sahabat-sahabatku cuti, alias izin untuk tidak mengurusi dakwah sekolah dulu, diantaranya karena PPL, skripsi, bekerja, persiapan menikah, keluar negeri dsb. Padahal aku juga merasakan hal yang sama. Tapi aku senang, karena kerja dakwahku semakin banyak, dan Allah pasti akan menolong hambaNya yang menolong agama Allah. Rohis sekolahku ini baru berdiri, birokrasi dengan sekolahpun belum baik, anggotanya pun baru 5 orang. 3 orang siswi kupegang dalam mentoring. 2 orang siswa kadang kugabungkan dalam mentoring, karena belum ada alumni laki-laki yang mau terjun membimbing mereka.Jadi, memang butuh kerja keras, dan tidak membebankan pada adik-adik rohis, biar mereka fokus pada publikasi saja, dan menarik calon anggota Rohis yang baru. Usai kecelakaan itu, aku kagum mendengar kabar lewat pesan singkat, dari 3 adik mentoringku, dan ibuku yang membacakannya. Saat itu aku sudah sedikit sadar.
“kaka, Alhamdulillah ada 75 orang anggota Rohis yang mendaftar dan hadir, pembicara mau membantu Rohis kita”
Tapi saat itu mereka belum tahu, kalau aku sedang terkapar di ruang ICU,  bahkan kaki sudah tak jelas bentuk dan rupa nya. Tiba- tiba bapak, merenggut HP itu dari ibu, dan membantingnya kearah dinding.
“Rohis, Rohis, Rohis...hidupmu Cuma untuk Rohis?, sekarang kamu sudah tidak berdaya, kamu tidak bisa jadi apa2, kamu hanya jadi manusia sampah  yang hanya bisa berbaring..ini semua karena Rohis, Rohis, Rohis ” bapak menyentak
“Pak, sudahlah..mar’ah sedang butuh istirahat, dia baru sadar lho ini, dan dia harus segera baik psikisnya dan bersiap untuk amputasi” ujar ibu menenangkan
Sejak awal, aku sudah diberitahu ibu perihal kaki yang hancur ini dan harus diamputasi. Dzikir-dzikir sore menguatkanku, dan membuatku cepat sadar. Lagipula, aku harus menerima kenyataan ini. Dan bersiap memulai hidupku yang baru dan membahagiakan kedua orangtua lewat pintu yang lain.. tenang.. aku masih punya akal dan hati. Einstein saja yang begitu geniusnya baru menggunakan 3% otaknya, jadi sebenarnya otak itu luar biasa. Aku selalu mengagumi karunia berupa otak yang Allah beri.
Satu hari setelah acara penyambutan anggota baru Rohis itu, anggota Rohis, alumni Rohis, guru-guru, bahkan 2 pembicara itu akhirnya tahu kalau kondisiku parah. Mba Eva, seorang mahasiswa pascasarjana jurusan terapan psikologi anak usia dini di UI yang mau aku jemput beberapa menit sebelum acara itu, merasa sangat bersalah, karena dirinya merasa terlalu manja untuk minta jemput. Memang kecelakaan itu terjadi saat aku mau belok ke arah Depok, untuk menjemputnya, setelah 2 jam sebelumnya aku mengantarkan LCD, Konsumsi, kamera, kemudian bantu-bantu urus perlengkapan dan memastikan kehadiran pembicara pertama di SMA 20. Semuanya meminta maaf padaku, dan mereka semua termasuk 2 pembicara itu berkomitmen untuk memajukan Rohis SMAN 20. Aku tak bisa menahan tangisku saat itu, karena entah knapa aku merasa pundakku jadi tak ada beban. Mungkin karena kondisinya aku sedang sangat lemah.
“Mar’ah ayo mandi dulu, bang Dani 1 jam lagi akan datang”, ujar ibu
Ternyata sudah pukul 06.00. Tak terasa tadi malam aku tidak tidur, padahal tadinya aku berusaha mengalah pada mataku, tiba-tiba aku teringat point-point SPP (Surat Perjanjian Penerbit) yang harus aku pelajari dahulu untuk hari ini tentang hak kewajiban penulis dan penerbit, karena ada 1 novel terbaruku yang berjudul “Cinta dua warna” lolos dan layak untuk diterbitkan. Jadi saat bertemu bang Dani aku tidak usah berfikir lama, dan menulis lama,tentang hal-hal terkait waktu terbit, spesifikasi buku (tebal, jenis kertas, sampul dan jilidnya), perkiraan harga jual, dan DP royaltinya, kalau soal royalti dan cara pembayaran, aku samakan sistemnya dengan yang biasanya, karena sudah lebih dari 5 novelku dan 3 buku remaja Islami yang diterbitkan Al-Banna Publishing, ya Alhamdulillah dari puluhan karya yang pernah aku buat ada juga yang lolos cetak. Aku bangga dengan kepiawaian bang Dani dalam mengelola perusahaan penerbit itu, karena semua sistemnya sangat baik, menguntungkan satu sama lain, dan jika terjadi hambatan yang menyebabkan buku tidak jadi diterbitkan, bang Dani sebagai Publishing Senior Manager turun langsung untuk berkomunikasi dengan penulis, dan DP yang sudah diberikan tidak diminta ataupun diungkit kembali. Karena memikirkan itu semua, akhirnya tadi malam aku hanya sejenak istirahat dari aktivitas dunia, dan menyegerakan tubuhku untuk shalat malam, dan membaca Al-Quran. Disepertigamalam itu, saat aku bermanja dengan Rabb-Ku, mengadukan semua kerinduan bahkan permasalahan yang kurasakan. Kenanganku akan kejadian ini selalu menghiasi malam-malam istirahatku.
“Assalamu’alaikum “Suara seorang laki-laki lembut memecahkan keheningan
“Wa’alaikumussalam,oalah nak Dani ayo masuk” ujar ibu
Semenjak kecelakaan itu, rasanya laki-laki baik yang ku kenal dekat hanya bang Dani. Aku mengenalnya dari temanku yang memberikan rekomendasi trainer untuk menjadi pembicra saat penyambutan anggota baru Rohis di SMA 20. Ya, dialah bang Dani, pembicara pertama, yang juga menjengukku waktu aku terkapar. Dan dia juga, yang sekarang membantu memajukan rohis di SMA 20, 2 orang siswa yang dahulu kupegang, sekarang dipegang oleh bang Dani, sedangkan tiga siswi yang dulu kupegang juga, dipegang oleh mba Eva. Aku kadang iri dengan mereka, karena dakwahku tidak seproduktif mereka, aku hanya menulis menulis dan menulis, karena aku berharap jika aku sudah tidak ada nanti, tulisan-tulisanku tetap ada untuk mengubah dunia. Seperti Chairil Anwar yang terkenal dengan karyanya “Aku ingin hidup seribu tahun lagi”, meskipun sudah tak ada, benarlah bahwa dia seperti hidup seperti 1000 tahun, karena karyanya tidak habis dimakan waktu.
“Ana semakin kagum dengan tulisan mar’ah, bahkan penerbitpun mempercayakan novel baru lagi dari mar’ah, jika mar’ah tidak keberatan, dan novel cinta dua warna ini ana yakin akan jadi best seller “ ujar bang Dani sambil membaca komentarku tentang SPP (Surat Perjanjian Penerbitan) sambil terus menunduk”
Aku hanya tersenyum dan menulis di kertas
“aamiin...tentu saja bang dani, saya akan berusaha memberikan yang terbaik J
Tiba-tiba ibu ikut berbincang disela-sela obrolan kami
“Dani, ditunggu ya undangan pernikahannya, kayaknya cocok sama eva “ibuku tiba-tiba nyeletuk sambil tertawa”
Ah, ibu bisa saja, mar’ah saja dluan bu, pasti akan mendapatkan lelaki yang luar biasa “bang dani mengelak dengan gaya leluconnya tapi malu-malu”
Aku sebenarnya kesal, berasa diledek, wanita dengan keterbatasan kayak aku ini, dapat teman saja sudah sangat senang, apalagi mendapat suami yang shaleh, jika tidak mendapatkannya di dunia, aku sudah siap mendapatkannya di akhirat.
Dan akupun menulis
Aaamiin, nunggu tabungan terkumpul dulu buat beli kaki palsu yang berkualitas..hehe J
Setelah selesai MoU, bang Dani kembali ke kantornya. Dan aku merasa sangat rindu dengan suasana dakwah sekolah. Aku ingin seperti eva, yang sukses dengan gelar magisternya, dan punya adik2 mentor yang banyak, aku ingin kembali lagi.
Tiba-tiba ada 3 pesan masuk
“kaka...buka chat deh aku mau curhat, kondisinya gawat nih” fu’ah mengirim SMS
“kaka...aku kangen kaka, kaka masih sibuk nulis ya..terus kapan kita bisa ketemu?” Rara mengirim SMS
“kaka...aku beneran udah siap nih pake jilbab, ajarin aku ya pake yang syar’i, tapi aku masih tetep cinta suju..g apa2 ya kak..hehe” Viona mengirim SMS
Tiga adik yang kukenal lewat chat sejak 6 bulan yang lalu, mereka mungkin belum tahu kondisiku yang sebenarnya, tapi mereka bilang sangat nyaman denganku. Kamipun sering chatting bertiga, mereka adalah siswi dari 3 SMA yang berbeda, ada Raisya silmi kaffah, biasa dipanggil rara. Ada Tho’ati marfu’ah biasa dipanggil fu’ah. Ada Viona Schmleider yang biasa dipanggil viona. Entah bagaimana, mungkin ini bagian dari rencana Allah, kita seperti keluarga. Meskipun aku tidak menjadi kaka mentor yang membuat lingkaran cahaya di masjid-masjid, tapi aku merasa, mereka adalah adik-adik yang Allah sengaja pertemukan untukku, aku jadi sangat senang. Usai shalat Dzuhur, aku langsung online, setelah sebelumnya aku membalas pesan singkat mereka
“baiklah, segera meluncur ke dunia maya..cihhhhuuuuy..kangen kalian semua..luph u lillah“ aku membalas pesan mereka
Aku : Hai adik-adiku saya...gimana kabar-kabar? J miss you..ayo..apa yang mau diceritain J
Fu’ah: Kaka..aku terpilih jadi kaput di Rohis SMA ku, tapi aku merasa sendiri disini, hanya abangku yang selama ini mensupport aku. Abangku minta aku mengaji tiap pekan nya, untuk menjaga semangat aku di Rohis, aduuuuuh...bingung, aku disuruh cari guru ngajinya...aku mau ketemu kaka banget
Viona: Kak..miss u too.. aku sekarang sudah berjilbab lho.. pacarku mutusin aku, karena aku di bilang gak gaul gara-gara jilbab, gak sexy katanya, tapi seperti yang kaka bilang, lelaki yang baik, pasti tak akan pernah melarang kita untuk ta’at pada Allah. Aku butuh kaka banget.
Rara: Kaka, udah liat berita belum? Dua orang korban tawuran itu berasal dari sekolahku. Sebagai ketua osis aku harus bertindak tegas nih, kaka tau kan di sekolahku gak ada pembinaan keagamaan, ini yang miskin dari sekolahku..selama ini aku hanya berusaha pasang di mading tulisan dan artikel-artikel kaka, tapi rasanya itu belum maksimal kaka..pada punya ide gak aku harus gimana? Aku juga butuh kaka banget
Aku:   :’) Subhanallah adik-adikku...kalau lewat chat saja tidak cukup ya? Kaka khawatir kalian tidak senag ketika bertemu kaka, tapi kaka sangat ingin bertemu dan membantu kalian. Kaka berharap kalian saja yang menghampiri kaka..
Viona: Kenapa kaka sakit ya? Kaka tumben jawabnya gak ceria?
Rara: Kaka sayang J kita tunggu sampai kaka sembuh ya
Fu’ah: Betul kak, untuk sementara, kami cukup kok dapat masukan dari kaka.. cepet sembuh ya kaka sayang..apa kak bahasa arabnya? Syafakillah ya ?
Aku: Hehe, kaka ceria kok..iya betul syafakillah..hehe..Saran kaka, lebih baik kalian bertiga yang bertemu, saling membantu. Viona, di sekolahmu baik2 saja kan? Nah sepertinya kamu butuh kesibukan untuk melupakan masa lalumu, bantuin rara ya. Fu’ah, kaka mengerti apa yang kamu rasa, bulan ini bikin acara yang gak bentrok sama acaranya rara, jadi kalian bisa saling membantu
Viona: Oke kak, tapi rumahku kan di Bekasi
Fu’ah: Eh, gak ada alasan..untuk kebaikan kita harus selalu siap..tenang neng viona geulis! abang jemput ya..hehe
Rara: Inget kutipan ayat yang ada di novelnya kak mar’ah tentang Odi yang mau nyelametin anaknya abah Supri “Berangkatlah dalam keadaan berat maupun ringan!”
Viona: Ia abang Fu’ah..hehe.. pantes juga.. oke ustadzah rara..wuih pantes juga.. iya donk.. neng geulis muts viona getoh J..hahay
Aku: Tepok jidat..hehe.. keren kalian keren  J
Chat ini rasanya menarikku pada kondisi beberapa tahun silam, saat aku masih sehat, bercanda tawa langsung dengan anak-anak disela-sela rapat. Aku merasa pundak ini kembali terisi, tapi tak seimbang. Karena aku tidak terjun langsung mengurusi ini semua. Ah, aku rindu.
Dua kali seminggu, rapat tentang training “Pemuda, Agent of Change” dilaksanakan melalui chat, kini semuanya sudah lengkap, perlengkapan, konsumsi, pembicara, dokumentasi, dan semuanya, mereka benar-benar berusaha keras untuk mendapatkannya. Mereka tangguh.
“empat yang kuat berjumlah 400” Rara mengirim pesan satu hari sebelum acara
“Alhamdulillah J Lho kok empat?”balas aku
“Kan tambah kaka satu..jadi empat J” rara membalas
Beberapa jam sebelum kegiatan itu dilaksanakan tiba-tiba rara meminta aku untuk sambutan, sedangkan kaki palsu yang aku tunggu dari rumah sakit belum datang juga, harusnya kemarin. Akhirnya aku hanya bilang minta maaf, karena tidak bisa membantu langsung. Tapi rasanya mereka semua marah terutama rara, aku bingung menjelaskannya.
Selama hampir tiga bulan chat maupun sms ku tidak direspon, aku sedih karena telah melemahkan semangat mereka, tapi aku tetap menulis untuk mereka, di setiap catatan facebook mereka. Padahal aku sudah menawarkan untuk bertemu kembali, karena kali ini sepupuku bisa mengantarkan dan kaki palsu sudah kugunakan. Tapi aku cuma memberitahu mereka aku akan diantar sepupuku kali ini. Aku tak berani menjelaskan kondisiku yang sebenarnya.
“oh jadi Cuma karena sepupu, kaka itu masih di Jakarta, naik angkot kan bisa..katanya berangkat dalam keadaan berat maupun ringan..gimana sih? Kami kecewa.. meski kami akhirnya mendapatkan pengganti kaka yaitu abangnya Fu’ah, dia menolong kami secara nyata. Sekarang tanpa bantuan kaka pun, Rara dan teman-teman dibantu abangnya Fu’ah sudah mendirikan Rohis, kaka tak perlu chat kami lagi ” Rara membalas via chat
Aku jadi ingat bapakku dan benar-benar merasa menjadi bangkai hidup, dan seketika tubuhku lunglai, aku melepas kedua kaki palsuku, rasanya tak berarti lagi, tiba-tiba teman satu lingkaran cahayaku, ya begitulah ku sebut. Teman mentoring yang masih terjaga silaturrahimnya meski dia study di luar mengirimkan pesan yang menguatkanku:
“Allah will never leave you empty, Allah will replace everything you have lost. If Allah ask you to put something down, it is because the OMNISCIENT wants you to pick up something GREATER!”
Batinku benar-benar terasa lemah, rasanya air mataku sudah terlalu sulit untuk mengalir. Saat itu aku merasakan kegersangan yang luar biasa, ada rutinitas yang hilang dari kehidupanku. Ya..aku rindu, aku rindu pertemuan mentoring yang rutin sepekan sekali seperti dahulu, keterbatasanku membuat aku tidak rutin menjalaninya. Aku menyesal karena tidak menjadi seorang pencari ilmu yang haus seperti Hasan Al-Banna, imam syafi’i, mungkin inilah teguran untukku. Inilah teguran untukku, disaat anak-anak itu haus ilmu, maka wajar mereka jauh dariku, karena akupun tak memiliki itu.
Saat aku merasa lemah seperti ini, ternyata banyak tawaran dari berbagai penerbit, agar aku menulis kembali, karena ternyata penjualan novel Cinta Dua Warna sangat laku dipasaran, bahkan best seller hingga ke Australia, ribuan eksemplar dikirim sebagai pesanan buruh migran di Hongkong, dan Al-Banna publishing pun semakin dikenal, bang Dani sangat berterimakasih padaku, dan Bang Dani bilang owner Al-Banna publishing akan mengadakan malam penganugerahan dan akan menghampiri langsung  ke rumahku. Aku tahu ini cara Allah menghiburku.
Tapi, itu tidak mengobati kegersanganku, sedikitpun. Bahkan ibu, jujur padaku, bingung harus bagaimana membuat aku tersenyum. Hingga aku merasakan kelelahan yang sangat, dan aku punya kekhawatiran tak dapat bangun lagi. Jadi aku mengirimkan sms minta maaf pada semua teman-temanku, bahkan pada Rusydi. Beberapa membalas, termasuk Rusydi:
“Hai, aku sudah dapat gelarku disini, aku mau menunaikan amanah bapakmu untuk segera menikahimu duhai embun, kupikir kamu sudah lupa padaku, juga lupa pada amanah bapakmu..ik houd van jou”
Aku yang sedang selemah ini membaca itu dengan rasa kesal, kenapa masih saja dia menggodaku, tiba-tiba mata ini basah dengan penuh harap memohon agar Allah selalu menjaga kesucian jiwaku, agar Allah selalu menjaga niatku, Agar Allah selalu menjaga hatiku, mesti aku tidak tertarik dengan Rusydi, tapi aku tetap khawatir, setan menyusup ditengah kekhawatiranku ini, buktinya tanganku inginku membalas sms nya tapi izzah dan iffahku menahannya, aku beristighfar sebanyak-banyaknya, kubaringkan tubuhku, dan perlahan aku pejamkan mataku, dan tak lupa aku berucap syahadat, itu yang kulakukan setiap kali mau tidur.
Tiba-tiba gelap, air langit turun perlahan membasahai bumi, disertai gemuruh yang memekakkan telinga, nyatanya aku sudah tak dikamarku lagi, dari kejauhan ada tiga remaja dengan payung hitamnya, yang berjalan menuju arahku, mereka menunduk seolah menunjukkan kesedihan yang luar biasa. Saudara-saudaraku dari Ciamis, bahkan kakaku dan suaminya serta putri kecilnya datang ingin menghampiriku, tapi semuanya berpakaian gelap, ada lelaki gagah, berjanggut, yang sepertinya aku pernah melihatnya, tapi dimana..dia memayungiku, mengantarku ketempat kerumunan orang yang tadi kupikir akan datang padaku. Dia tak menatapku, tapi dia menunjukkan aku tempat yang menakutkan, tempat yang didalamnya ada makam di tengah lapang luas, dan aku lihat nisan yang sedang dikerumuni keluargaku “Mar’atus Shalihah binti Gunawan lahir Jakarta, 17 Oktober 1989, dimakamkan di Jakarta, 17 Oktober 2015”. Aku menjerit, tubuhku lunglai, lemah, aku menangis sekencang-kencangnya.
“Mar’ah...Mar’ah...Mar’ah”
Aku mendengar suara ibu memanggilku
“Mar’ah kamu bisa berteriak nak?” Tanya ibu sambil berkaca-kaca
Sedangkan aku masih belum terlalu sadar akan suasana ini.
“Aku dimana”? tanyaku
“Kamu di kamarmu nak” jawab ibu
“Subhanallah, kamu sudah bisa bicara lagi Nak” ibu mendekapku erat
Kemudian aku melihat ibu, sujud sebagai tanda syukur.
Aku sadar, tertanya pemakaman tadi hanya mimpi, dan aku berkaca di cerminku.. ya Rabb.. yang sekarang nyata adalah, aku bisa berbicara kembali. Engkau menghiburku kembali, suaraku sudah pulih, aku bisa berbicara lagi,
“Tapi apakah rara, viona dan fu’ah, masih mau menemuiku?” tanyaku dalam hati
Taman depan rumah yang daun-daunnya semakin rimbun, bunga bunganya bermekaran, udara sejuk merasuk kedalam rongga, seolah mendukung kebahagiaanku pagi ini.
Aku duduk di kursi roda, ibu menyuapiku di halaman depan rumah, ibu tersenyum, karena baru ibu yang tahu, soal kesembuhan ini.
“Mar’ah, ada yang memintamu untuk ta’aruf melalui umi Nana, sejak 3 hari yang lalu. Dan hari ini Umi Nana, mau menjadi pendamping ta’aruf kamu, karena kamu dari kemarin lemah sekali, jadi ibu yang menyiapkan semuanya, tapi dari pihak ikhwannya, tidak memerlukan biodatamu lagi, karena dia sudah mengenalmu” ujar ibu
Apa? Hari ini bu? Dia tau aku bisu tadinya bu?” selidik aku
“Ya, dia tau semuanya, dia tau aktivitasmu, dia tau kekurangan anggota tubuhmu, aktivitasmupun dia tau” jawab ibu
“Lho, aneh ya, kok ada yang mau sama aku ya bu, ibu ada-ada saja membuatkan aku biodata”  aku ragu sambil menggoda ibu
“Kamu harusnya bersyukur Mar’ah, Ibu ingin kamu berkeluarga nak, dan doa ibu dikabulkan, kamu sembuh” ucap ibu sambil tersenyum
Lalu dihalaman, aku belajar berjalan....ibu benar-benar menemaniku, rasanya ku tak ingin meninggalkannya, jika proses ta’arufnya nanti lancar.
“Assalamu’alaikum”
Suara tiga remaja yang serentak, menghentikkan aktivitasku. Tiba-tiba tiga remaja itu berlari kearahku, dan memelukku erat, seperti sudah kenal lama denganku, mereka meneteskan air mata. Sebelum ta’aruf nanti dimulai sampai selesai, aku masih harus bertahan dengan kebisuanku, karena itu kesepakatan aku dan ibu, biar menjadi surprise. Saat mereka memelukku aku merasa bahagia.
Lalu kuambil kertas dan ku tulis:
“adik-adik manis, kalian siapa? Apakah kalian rara, fu’ah dan viona”  tebak aku
Mereka mengenalkan diri satu persatu sambi menangis dan meminta maaf
“Kakak, aku viona,anak kecil yang sangat mengagumi kakak, aku kangen kaka, kenapa kaka gak menceritakan kondisi kaka sebelumnya, maafkan kami sudah jahat sama kaka”
 “Kaka aku Fu’ah, akhwat muda yang ketangguhannya ditularkan dari kaka..bukankah kaka dulu pernah bercerita tentang syekh Ahmad Yasin lewat tulisan kaka, meski kakinya lumpuh, matanya setengah buta, tapi dia tetap memiliki pengaruh kuat pada anak-anak didikannya, bahkan dia mampu mendirikan universitas di Gaza”
“Kaka, aku Rara..harusnya kaka tidak perlu malu-malu pada kami, betul yang fu’ah katakan, Bahkan kaka bilang anak-anak didikannya selalu yang terdepan dalam menghadapi zionis, terutama saat intifadhah”
Tiba-tiba ada mas-mas yang membawa kue ulang tahun... dan anak-anak itu membawakannya untukku:
“Barakallahu fii umrik ya kak.. kita sayang kaka karena Allah”
Mereka mendekapku erat, sambil memberikan bungkusan yang dikeluarkan dari tas viona..
“ayo kaka dibuka”..ujar viona
Aku buka perlahan bungkus kado bermotif love ini, dan boneka hello kitty yang sangat lucu ada dibalik bungkusan kertas itu. Aku baru sadar kalau hari ini ulang tahunku yang ke 25, aku jadi ingat batu Nisan itu. Rasanya kegersangan itu tersiram oleh air mata cinta, aku merasa segar kembali, bahkan lebih dari saat aku tak bisu lagi. Aku mendekap mereka dan menulis:
“Terimakasih, kaka juga sayang kalian karena Allah, tapi kalian tau dari mana semua tentang kaka?
“Ada deh” ujar fu’ah, rara dan viona
“Assalamu’alaikum” salam dari wanita lembut mewarnai suasana ini
“Bun, Mar’ah ditunggu di Mushalla“ Umi Nana meminta izin pada ibuku
Umi Nana, langsung memintaku untuk segera ke Mushalla yang tak jauh dari rumahku, tiga bidadari itu ikut ke mushalla, umi nana juga mendampingiku
Saat itu proses ta’arufnya dimulai, para pendamping meminta untuk membaca Basmallah dan selalu meluruskan niat karena Allah, Alhamdulillah semua terjaga, dia dan pendamping ta’arufnya ada di balik kain putih pembatas wanita dan pria, begitupun aku. Karena dia pikir aku masih bisu, jadi dia saja yang memperkenalkan dirinya memperjelas apa yang ada dalam biodata
Namanya oryza sativa, dipanggil riza, dia 9 tahun lebih tua dariku, pekerjaannya adalah dokter dan owner disebuah penerbit
Dia bercerita punya satu adik yang centil, menyebalkan, adiknya seorang akhwat yang juga ketua keputrian, makanya salah satu alasan dia memilihku adalah, berharap bisa menjaga adiknya juga
Tapi aku heran, ekspresi fu’ah dan teman-temannya aneh..
Fuah menggenggamkan tangannya seperti orang kesal, sedangkan yang lainnya, tertawa ambil ditahan. Mereka memang lucu.
Dari belakang, aku dengar adik-adik bisik, mempertanyakan soal nama yang ilmiah
“aih, namanya ilmiah banget sumpah” ujar viona
“maknanya keren kalee..itu kan nama latin dari padi” rara membela
“ya g apa-apa selagi maknanya baik.. , tau gak Hanzhalah yang jadi syuhada’ pas malam pertama pernikahannya itu juga namanya berasal dari nama tumbuhan tau.” Fu’ah menjelaskan dengan pengetahuannya
Lalu tiba saatnya saling melontarkan pertanyaan, katanya aku saja yang bertanya, dia sudah yakin semuanya. Aku bertanya di selembar kertas tentang beberapa hal:
1.     Terkait prioritas yaitu Prioritas Dakwah, prioritas pengeluaran
2.    Perencanaan keuangan, pemanfaatan uang, bagaimana menaikan nilai uang, dan pendapat jika istri kelak tidak bekerja
3.     Program penjagaan ibadah bersama, Pembinaan keluarga termasuk pola asuh anak
Aku sengaja bertanya, karena aku yakin dia bisa menjawabnya, agar aku lebih memahaminya, apapun jawabannya itu tidak penting bagiku, karena kalau tidak sesuai, nanti bisa kita rundingkan bersama.
Selesai menjawab semua, dia meminta untuk melihat wajahku, untuk meyakinkan katanya
“ayo mar’ah, nadzor itu bagian dari sunnah Rasul” umi nana meyakinkan
“umi aku minder, aku cacat umi” tulis aku di selembar kertas
Kemudian umi mengajakku ke pojok Mushalla, Umi menatapku dan berkata:
“yakinkan dalam dirimu, katakan aku seorang pejuang, akuseorang mujahidah, aku umat terbaik yang Allah ciptakan, aku patut dibanggakan karena dalam diriku mengalir berbagai potensi dan prestasi, aku ingin Allah bangga melihatku”
Aku tak kuasa menahan mutiara dari sudut mata, hampir saja aku kufur, ya betul aku tak boleh minder.
Saat tabir dibuka, Aku menunduk tak mau melihat, aku yakin pasti dia tua sekali, tapi karena dia dengan tawadhu mau menerimaku, bagaimanapun fisiknya ku terima
 “Fu’ah ngapain kamu disini? Ujar kak Ryza
Ternyata dia kenal fu’ah dan fu’ah yang pertama ia tatap karena Fu’ah ada di pojok tembok, sejajar dengan tabir yang sedang dibuka
“cie bang Ryza” ujar Fu’ah
Afwan, Fu’ah itu adik ana, Dani yang memberi tahu lokasi dimana anti tinggal” dia berbicara sambil menunduk kembali
Aku hampir tak percaya sedemikiankan skenario yang Allah buat.
Kemudian proses nadzor dilanjutkan lagi:
aku hanya bisa menunduk, takut untuk melihatnya, tapi semakin bangga juga, karena ternyata yang tempo hari dibilang penggantiku itu adalah kak Ryza, dan ternyata pendamping ta’aruf itu adalah Bang Dani.
Tafadhal, anti juga boleh melihat calon..ujar bang Dani
kamu tidak mau melihat calonmu, tidak menyesal? Ujar Umi membisik
Lalu perlahan aku ajak mataku untuk melihatnya, aku pernah melihatnya, tapi dimana, aku kaget sambil mengingatnya, tak sengaja aku bicara
“Ustadz dokter?”
Ternyata itu ustadz yang memeriksa bapakku sebelum dikuburkan
Semuanya melihat kearahku, mereka kaget, aku sudah bisa bicara, lalu pas sekali ibu datang ke mushalla sambil bawa minum.
“iya anakku, sudah sembuh dari bisunya tadi pagi, dia mau memberikan surprise untuk calon suaminya” ujar ibu
Iya, ana ustadz dokter, yang dahulu pernah bertemu anti sambil menyelami surat yusuf ayat 84 “kak Ryza meyakinkan
Aku merasa sangat malu saat itu karena kekagetanku, adik-adik mendekapku dan mengucapkan selamat sambil berurai air mata, begitupun umi Nana, umi di lingkaran cahayaku. Tabirnya ditutup kembali, dan aku lihat bayang-bayang lelaki yang sedang bersujud... Alhamdulillah..
Semua pertanyaan sudah saling dilontarkan, dan aku sudah merasa cocok, begitupun dia, tinggal senin besok, dia dan keluarganya akan datang ke rumahku untuk menetapkan tanggal walimah. Hari ini aku bahagia sekali.
Dari balik tabir mushalla, ada dua undangan yang diselipkan, yang satu dari bang Dani, ternyata dia akan menikah dengan sahabatku yang sekarang masih di Jerman, yang tempo hari sms aku.
“Wah, aku bahagia dia akan menikah dengan asmah” ucapku dalam hati
Undangan yang satu lagi, yaitu undangan malam penganugerahan, tapi malam selasa, agak mepet waktunya “kalau pertemuan keluarganya diundur bagaimana?” tanyaku
“kita dan keluarga bertemu saat malam penganugerahan saja ya” jawab Ryza
“Lho kok bisa gitu? “ Aku bertanya
“Iya mar’ah, owner al-Banna Publishing itu Ryza” Bang Dani meyakinkan
“Subhanallah semuanya memang rencana Allah” jawab aku
“Mulai dari sekarang, adik-adik yang ada disitu dijagain, sepertinya sudah cocok dengan anti, dibuat satu kelompok mentoring saja” kak Riza meminta dengan serius
Usai pertemuan itu, aku dan tiga bidadari menjadi rutin bertemu sepekan sekali, berganti-ganti tempat mengaji, saling mengunjungi.
Dan akhirnya usai malam penganugerahan itu, ditetapkanlah tanggal pernikahan kami, aku dan mas Ryza, Ya kurasa lebih cocok dipanggil mas.
Hingga 3 minggu kemudian
“saya terima nikahnya mar’atus Shalihah binti Gunawan dengan mas kawin villa Cisarua dan perpustakaan tarbiyah dibayar tunai”
Aku tak menyangka mas kawin yang diberikan sangat berharga, waktu itu mas Ryza bertanya melalui fu’ah, lalu kujawab, kalau memang itu bagian dari sunnah dan tidak memberatkan, berikan apapun yang bermanfaat untuk kita dan aktivitas kita, dan ternyata mas kawin yang diberikan adalah impianku 4 tahun yang lalu.
Setelah itu dilanjutkan dengan pemberian hadiah dari mas Ryza berupa tasmi’ atau hafalan surat Ali Imran 50 ayat, 150 ayatnya lagi nanti dilanjutkan selesai resepsi, di waktu yang tepat, karena harus bersegera untuk persiapan resepsi.
Semua berjalan lancar, akad dan resepsinya, banyak dihadiri oleh keluarga, rekan kerja dan teman-teman.
Empat bulan sudah aku dan mas Ryza dan aku hidup bersama, sudah banyak impian-impian yang kita list bersama, yang utama untuk dakwah sekolah selain mengelola villa dan perpustakaan tarbiyah:
1.            Bikin sekertariat alumni Rohis
2.            Membuka Lembaga Tahsin, tahfidz untuk siswa dan guru-guru, terutama di SMA 20 dan SMA nya Rara
3.            Membuka lembaga jurnalistik Islam
4.            Mengelola usaha untuk alumni Rohis
Mas Ryza selalu bilang, kita menikah karena dakwah
 kalau aku terlihat lalai, kamu harus ingatkan, kalau ada perkara yang membuat rumahtangga ini melemah, kita harus ingat tujuan besar kita bersatu itu apa” tegas mas Riza
Iya mas, aku cinta mas Ryza karena Allah” jawab aku
Diapun tetap romantis, sambil menyanyikan lagu Seismic: Adalah engkau
“Adalah engkau dia yang ku rindu tuk menjadi bunga dihatiku
Menjadi peneduh kalbu di perjalananku, diperjalananku
Tibalah waktu yang lelah kurindu
Tuk selalu bersama denganmu
Telah terbuka pintu itu
Akad tlah teucap sudah
Dinda marilah melangkah
Dinda temanilah aku
Disetiap detikku dengan doamu
Bila terpisahkan waktu tetaplah disini didalam hatiku
Ya Rabbi izinkanlah kami muntuk terjaga selalu dijalanMu
Dinda doamu laksana pelepas dahaga di lelahnya jiwa
Lelahnya jiwa.........

Adalah engkau dia yang ku rindu
Tuk selalu hadir dihidupku
Mengiringi setiap langkah saat menuju acuan hidup ini
Dinda temanilah aku disetiap detikku dengan doamu
Bila terpisahkan waktu tetaplah disini dalam hatiku
Ya Rabbi izinkanlah kami untuk terjaga selalu di jalan Mu
Dinda doamu laksana pelepas dahaga di lelahnya jiwa

Tiga bidadari yang kurasa merupakan perantara Allah untuk mewujudkan semua keinginanku. Mereka kini sedang berusaha agar bisa melanjutkan ke perguruan tinggi yang mereka impikan, dan sekolah dambakan. Mereka sudah berjanji untuk kembali aktif mengurusi Rohis meski sudah alumni, bahkan itu kutegaskan dan kuarahkan. Ini pesan dalam chat sebelum mereka benar-benar fokus pada impiannya
Fu’ah: “kalau UAN ku dapat nilai terbaik, pasti setiap aku ke sekolah nanti untuk mengurusi Rohis, guru-guru akan menyambutku dengan istimewa”
Rara: “kalau aku masuk di Akuntansi UI, pasti derajatku sebagai murid IPS dimata guru akan naik, dan akan ngaruh ke Rohis”
Viona: “kalau aku masuk STIS, pasti aku akan langsung bekerja di BPS dan uangnya untuk bantu-bantu Rohis, aku harus kaya”

Naisa Maulidia J

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SEKELUMIT KISAH MAHASISWI JURUSAN TERTINGGAL “PGTK UNJ”

Game Level 2 Melatih Kemandirian Day 1

Game Level 3 Melatih Kecerdasan Anak Day 2