Esai Plural (mungkin aneh)


Islam: Pagar Pluralisme yang kokoh
Oleh: Naisa Maulidia
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.”
Qs. al-Anbiya [21]: 107Top of Form
“Zaman ini adalah zaman kelembutan, kesabaran dan hikmah, bukanlah zaman kekerasan (kebengisan). Mayoritas manusia saat ini dalam keadaan jahil (bodoh), lalai dan lebih mementingkan duniawiyah. Maka haruslah sabar dan lemah lembut sampai dakwah ini tersampaikan dan sampai mereka mengetahuinya. Kami mohon petunjuk kepada Alloh untuk semuanya.” (Majmu’ Fatawa Samahatul Imam Ibnu Bazz)

Problematika Pluralisme
Jika membahas mengenai kata-kata “plural”, maka orang-orang biasanya akan berfikir pada tiga kata yang maknanya berbeda. Yaitu, Pluralisme, Pluralistik, dan Pluralitas. Namun dari ketiga kata tersebut yang maknanya terdapat dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) hanyalah pluralisme. Pandangan yang sekarang berkembang dalam masyarakat mengenai pluralisme, disejajarkan dengan jenis-jenis paham ketuhanan seperti kata atheisme, sinkretisme, monotheisme, dan polytheisme, yang jika disejajarkan maka mengandung makna paham yang menggabungkan berbagai agama, yang pada akhirnya menggeser makna asli dari sinkretisme dalam KBBI yang berarti paham (aliran) baru yg merupakan perpaduan dari beberapa paham (aliran) yang berbeda untuk mencari keserasian, keseimbangan. Makna pluralisme yang terdapat dalam KBBI yaitu keadaan masyarakat yg majemuk (bersangkutan dng sistem sosial dan politiknya). Begitulah problematika istilah yang dapat kita pahami dengan makna yang benar jika merujuk pada KBBI.
Plural artinya jamak/majemuk. Kemajemukan/keragaman pemahaman dari berbagai ranah baik itu ranah social, politik, budaya maupun agama mewarnai hiruk pikuk kehidupan di dunia ini. Pluralisme adalah sebuah bentuk perbedaan dari hasil pemikiran mendalam masing-masing manusia. Semakin banyak pembaharu di berbagai bidang, itu menunjukkan semakin banyak manusia yang mempergunakan akalnya untuk menelaah, menganalisis dan mengevaluasi. Dengan permainan logika, dan persamaan visi, misi dan pemahaman, atau bahkan mungkin ada juga yang karena ikut-ikutan, pada akhirnya membentuk kelompok, sehingga pluralisme pun mulai terkotakkan sesuai dengan kesamaan pemahaman masing-masing. Kekuatan kelompok itu yang pada akhirnya bersatu dan saling meyakini kebenaran yang mereka ketahui. Dari keyakinan akan kebenaran itulah maka pada akhirnya tiap tiap kelompok mempunyai kecenderungan atau kejumudan yaitu pikiran dimana tak bisa melihat sesuatu yang ada lebih luas lagi. Bahkan Pluralisme bisa menciptakan gerakan gerakan radikalisme, ekstrimisme, dan fundamentalisme jika mengedepankan logika berfikir tanpa melibatkan peran hati sebagai manusia.
Pluralisme jika dilihat dari pengertiannya, merupakan hal yang fitrah bagi manusia, karena  manusia memiliki sudut pandang yang berbeda. Bahkan, sejarah peradaban banyak diukir dengan pemikiran-pemikiran para cendekiawan yang akhirnya jadi pembaharu, dan juga sebaliknya diukir dengan perpecahan, perpecahan inilah yang tidak kita inginkan. Coba kita ingat, Indonesia beberapa kali berduka karena diguncang bom, dan berbagai  aksi dari pelakunya. Aksi ini banyak menciderai orang-orang yang mungkin tadinya bukan sebagai sasaran bom, karena aksi-aksi inilah pada akhirnya masyarakat mediskreditkan Islam, dipandang dari pelakunya yang merupakan sekelompok Muslim. Hal ini merupakan effect dari keragaman berfikir manusia, dari hasil telaah berbagai sumber. Dan akan menjadi senjata penghancur untuk menggerus keimanan kaum muslim oleh orang-orang yang mempunyai misi tersendiri,dari kacamata Islam. Salah satunya buku karangan “Robert Spencer yang berjudul “Islam ditelanjangi” yang diterjemahkan oleh Mun’im Sirry. Pada bab pertama, betapa kita langsung disuguhkan tentang pertanyaan “apakah Islam agama Damai?”,dalam halaman tersebut banyak dipaparkan hal-hal yang terkait dengan terorisme dan ayat-ayat alQuran yang berkenaan dengan itu. Ini berlanjut menjadi perang pemikiran antara manusia. Dapat kita simpulkan pada akhirnya inilah produk negatif dari pluralisme dalam hal keragaman berfikir. Pluralisme yang tidak dibatasi dengan aturan, maka akan menghasilkan pengaruh yang negatif. Padahal makna Pluralisme itu sebenarnya baik dan sesuai fitrah manusia, yaitu diciptakan dengan kergaman suku dan bangsa. Sebagaimana dala Surat Al-Hujurat:13

Wahai umat manusia! Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari lelaki dan perempuan, dan Kami telah menjadikan kamu berbagai bangsa dan bersuku – suku, supaya kamu berkenal-kenalan (dan beramah mesra antara satu dengan yang lain). Sesungguhnya semulia-mulia kamu di sisi Allah ialah orang yang lebih taqwanya di antara kamu, (bukan yang lebih keturunan atau bangsanya). Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui, lagi Maha Mendalam PengetahuanNya (akan keadaan dan amalan kamu)

Islam sebagai Pagar
            Pagar dapat diartikan batasan, atau penjaga agar tidak keluar dari koridor. Islam mengatur keragaman umat dalam semua jenis interaksi maupun hubungan. Islam bukan hanya mengatur kehidupan umat Islam, namun seluruh manusia di dunia ini, karena apa yang diatur dalam Islam sudah disetting sedemikian rupa untuk kebutuhan manusia.
1.      Menjalin persaudaraan
Islam membudayakan persaudaraan disertai adab-adab bersaudara yang saling bermanfaat satu sama lain dan menjaga, itu semua membutuhkan kelembutan hati. Islam mengenal tahapan bersaudara yaitu ta’aruf (saling mengenal), tafahum (saling memahami), ta’awunn (tolong-menolong), dan takaful (rela berkorban). Bahkan diatur dalam hadits mengenai persaudaraan:
Dari Abu Hamzah, Anas bin Mâlik Radhiyallahu 'anhu, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian hingga ia mencintai untuk saudaranya segala apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri berupa kebaikan”. [HR al-Bukhâri dan Muslim]
Islam lengkap dengan sejumlah kisah-kisah persaudaraan yang tulus. Karena seorang muslim diajarkan untuk menjadi penyayang terhadap sesama manusia tanpa memandang ras dan agama. Seperti yang dicontohkan Rasululloh terhadap seorang nenek buta beragama yahudi, yang setiap harinya mencaci maki Rasulullah dan agamanya. Namun meski begitu, karena kasih sayang yang seharusnya dibudayakan oleh Umat Islam, nenek inipun diurus oleh Rasululloh, dan setiap pagi disuapi makanan, meski sembari menyuap, sang nenek masih mencerca Nabi Muhammad, tanpa ia tahu siapa yang menyuapinya. Hingga pada akhirnya Nabi Muhammad meninggal dunia sehingga Abu bakar ra kemudian bertanya kepada Aisyah ra ‘Apakah kebiasaan Nabi yang belum aku kerjakan selama ini’. Aisyah menjawab: Rasulullah selalu menemui nenek tua yang beragama yahudi di perkampungan Makkah dan menyuapinya dg makanan yang dibawanya.
      Belum lagi tentang semua adab yang diatur baik adab berbicara, adab menghormati orang tua, adab memuliakan tamu, sekecil apapun yang membuat kita menjaga persaudaraan itu diatur dalam Islam, dan ini perlahan bisa melebutkan hati kita semua, dan menjaga pergaulan kita dan kepekaan kita terhadap sesama manusia
2.      Mengutamakan persatuan
Perbedaan itu fitrah, maka Islam mengatur sejauh mana kita harus menjaga persatuan dan menghindari perdebatan. Dengan adab-adab yang diatur, sangat menjaga semua manusia dalam bertingkah laku, yang mengkerucut pada persatuan. Bermuka masam sekalipun itu dilarang dalam Islam, karena bisa menyakiti hati. Ini tertera dalam kisah Ummi Maktum, (seorang yang buta) dalam surat Abbasa’ ayat 1-11  yang menjelaskan bahwa kepada siapapun bahkan kepada orang buta sekalipun, kita tidak boleh berpaling apalagi bermuka masam. Dalam kepemimpinan yang dicontohkan oleh nabi Muhammad, tidak ada sedikitpun ketidakadilan baik itu kepada Muslim maupun non muslim, Islam bahkan mengenal istilah zimmi (orang-orang diluar Islam yang dilindungi). Dalam pengelolaan keuanganpuun yang terkumpul dalam Bayt Mal, dibagikan secara adil baik kepada muslim maupun non muslim, ini dilakukan juga oleh Ali bin Abi Thalib.
3.      Memandang semua manusia dengan kasih sayang
Mengenai hal ini dijelaskan dalam surat Fussilat ayat 34-35:
“Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar”
Bahkan untuk menyikapi kejahatan saja, kita harus tetap beretika dan beradab, dan diusahakan sebaik mungkin dan harus tetap dianggap seperti teman yang setia. Ini karena Islam memandan semua manusia itu dengan kasih sayang. Tidak ada yang menyarankan untuk berlaku buruk sebagai pembalasan dsb. Orang-orang yang dimuliakan dalam Islam adalah orang yang berkasih sayang kepada semua manusia.
4.      Budaya menasehati dalam kebenaran, menasehati dalam kesabaran, dalam kasih sayang
Dalam Islam saling menasehati merupakan budaya dalam penjagaan diri kita. Kategori orang yang merugi dalam Al-Quran pun disebutkan untuk mereka-mereka yang tidak mempedulikan saudaranya, meski hanya saling menashati dalam kebenaran dan kesabaran.
Demi masa… sesungguhnya seluruh manusia itu benar-benar dalam kerugian… kecuali orang-orang yang beriman, beramal saleh, saling menasehati dalam kebenaran, dan saling menasehati dalam kesabaran.(QS. Al-'Ashr:1-3)
Begitupun dalam surat Al-Balad ayat 17-18 juga dijelaskan bahwa yang termasuk golongan kanan adalah mereka yang saling berpesan dalam kesabaran dan saling berpesan untuk kasih sayang.
Dan dia (tidak pula) termasuk orang-orang yang beriman dan saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayang.
Mereka (orang-orang yang beriman dan saling berpesan itu) adalah golongan kanan
Jika semua unsur persaudaraan ini ditegakkan dalam kehidupan sehari-hari, dunia ibarat taman yang sangat indah. Semua terjaga dalam kebaikan, dan saling tolong menolong dalam kebenaran, tidak ada manusia manapun yang tidak diperhatikan. Boleh saja semua orang punya pemikiran yang beragam, tapi Islam jauh lebih dahulu mengatur bagaimana adab terhadap sesama. Karena bersaudara dan memenuhi hak saudara bagi Islam adalah sebuah kewajiban. Pluralisme akan tetap terjaga dalam bingkai yang aman dan kokoh bersama Islam

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SEKELUMIT KISAH MAHASISWI JURUSAN TERTINGGAL “PGTK UNJ”

Game Level 2 Melatih Kemandirian Day 1

Game Level 3 Melatih Kecerdasan Anak Day 2