esai
Merajut senyum Bangsa
Besar di Negeri yang Besar
Oleh: Naisa Maulidia,Universitas Negeri Jakarta
”Suatu bangsa tidak
akan maju, sebelum ada di antara bangsa itu segolongan guru yang suka berkorban
untuk keperluan bangsanya.” (Dr. G.J. Nieuwenhuis)
“100 orang hanya bermimpi, tetapi berikanlah aku 10 pemuda maka akan
kuguncang dunia!” (bung karno)
Kaki mungil berjalan lunglai ditengah kemacetan ibukota, menaiki angkutan
kota, bergegas menyerahkan amplop
harapan kepada penumpang, kemudian bersenandung lagu sambil matanya tertuju
pada amplop-amplop tersebut dengan penuh harap. Tiga orang dari Sepuluh
penumpang mengisi amplop tersebut dengan koin-koin harapan. Senyum mungil yang
hampir padam itu,akhirnya kembali merekah. Di jalan lain, seorang bapak dengan
keterbatasan fisik yaitu kehilangan kedua kakinya, mengendarai kendaraan kecil
buatan, dengan sedikit hiasan, dan tempelan kertas bertuliskan “saya orang
cacat”, dengan roda kecil kendaraan itu
dapat berjalan untuk menghampiri banyak orang sembari meminta bantuan dana.
Masih di jalanan, wanita yang sedang menunggu angkutan kota berteriak kecopetan,
setelah seorang pengendara motor dengan kilat, meraih telepon genggam milik
wanita tersebut. Mungkinkah, ibu pertiwi berbisik “apa yang terjadi pada bangsa
besar ini”. Itu baru sepenggal kisah di jalan terlebih di ibukota, belum
lagi kondisi di pelosok, di lingkungn, di rumah-rumah warga, di sekolah atau
bahkan di pusat pemerintahan.
Akankah ibu pertiwi menangis? Atau tetap optimis dengan segala kelebihan
yang dimilikinya. Negeri ini negeri yang besar, yang dihuni oleh bangsa yang
besar. Merdeka setelah melalui pengorbanan dan perjuangan panjang. Negeri besar
ini karunia Tuhan yang harus selalu disyukuri. Tengok saja luas wilayahnya seluas 1.919.440
KM2 sebagai salah satu negara terluas di dunia. Dengan jumlah penduduknya yang
padat dan laju prtumbuhan yang meningkat setiap tahunnya. Sadarkah, sumber daya
manusia inilah yang terpenting. Bukan lantas, dengan banyak penduduk, khawatir
Negara akan miskin. Apa gunanya sumber daya alam, kalau kita tidak punya
sumberdaya manusia yang mumpuni. Bangsa ini bangsa besar, yang mampu bersaing
di kancah internasional, yang mampu menjadi kebanggaan bangsa lain, terlebih
bangsa sendiri. Hilangkan “Trauma persepsi”, ketakuatan-ketakutan bersaing.
Negeri ini akan kuat, jika bangsanya kuat. Dan PR besar bagi masyarakat yang
berpendidikan adalah, membagi spirit,
keilmuan, kepada yang lainnya agar sama-sama bangkit. Bukan lantas,
menyalahkan atau menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintah. Negeri ini tanggung
jawab kita semua. Jika ibu pertiwi menangis, maka tangisilah diri kita sendiri.
Negeri ini negeri yang beradab, penghasil guru terbanyak. Dari jumlah besar
guru, guru yang berkorban lah, yang benar-benar guru, patut digugu dan ditiru.
Penjajahan belum berakhir, bahkan ini yang dapat
mengerdilkan bangsa,ini yang dapat mengikis motivasi, penjajahan dari dasar,
remaja, tua dan muda dijajah oleh kemalasan, dijajah oleh trauma persepsi,
ketakutan melakukan hal yang lebih. Sedangkan anak-anakpun sudah dijajah oleh
label-label mematikan. Kekuatan kita juga terletak pada guru-guru yang berkualitas. Kekuatan
kita terletak pada sejumlah aktivis dan pemuda yang mau berbagi, dan sadar akan
perannya di bumi ini. Jika kita ingin terpandang, dan juga bermanfaat, maka
asahlah intelektualitas kita, tanpa melupakan adab bangsa ini yang pada
fitrahnya ramah dan lembut. Adab dan Intelektualitas adalah harga mati! Dan
kita kaya, karena kita punya kelebihan
semua. Tersenyumlah duhai ibu pertiwi,
tersenyumlah bangsa Indonesia.
Kekuatannya terletak pada bangsa,yaitu masyarakat Indonesia.
Komentar
Posting Komentar